PCINU Maroko Adakan Sambutan Kunjungan Hangat K.H. M. Idror Maimoen

Selasa malam (4/3) PCINU Maroko mengadakan Lailatul Ijtima’ bersama K.H. M. Idror Maimoen, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, didampingi Ning Nabila Salsabila. K.H. M. Idror Maimoen yang kerap disapa Gus Iid atau Gus Idror merupakan salah satu zuriah ulama kharismatik Indonesia, alm. K.H. Maimoen Zubair. Beliau dikenal sangat mirip dengan K.H. Maimoen Zubair baik dari karakter pribadi yang sopan, rendah hati dan berwibawa. Beliau pernah menempuh pendidikan di Makkah sekitar 10 tahun dan mengaji bersama ulama masyhur diantaranya Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Maliki.

Lailatul Ijtima’ kali ini terbilang sangat spesial karena menjadi sebuah keberuntungan dapat ber-istifadah dan bersilaturahmi dengan zuriah pencetus PCINU Maroko. Warga nahdiyin dari kota Rabat dan sekitarnya menghadiri acara ini. Acara dimulai setelah pelaksanaan tarawih bersama di Sekretariat PPI Maroko, Rabat.

Acara yang diselenggarakan oleh LDNU Maroko ini, dipimpin oleh Muhammad Mehta Abdi Surya, Lc., anggota LDNU yang bertugas sebagai pembawa acara. Dilanjutkan dengan sambutan oleh ketua tanfiziah PCINU Maroko, Moch. Cholilur Rahman, Lc. Dalam sambutannya, Mas Cholil menjelaskan asal-usul berdirinya PCINU Maroko, khususnya peran besar K.H. Maimoen Zubair sebagai wasilah berdirinya PCINU Maroko serta program-program yang telah terlaksana di beberapa lembaga PCINU Maroko. Tidak lupa pula, Mas Cholil mengucapkan terimakasih kepada Gus Idror yang telah berkenan hadir di acara malam ini.

Berlanjut ke agenda inti dari acara kali ini yaitu mauizah hasanah oleh Gus Idror. Dalam penyampaiannya, beliau memberikan beberapa nasihat, motivasi, dan pengalaman selama belajar. Sebagai putra bungsu alm. K.H. Maimoen Zubair, beliau mendapat didikan secara langsung oleh ayahandanya, khususnya tentang memperdalam ilmu agama dengan ketelitian, kehati-hatian dan kesungguhan.

Menurut beliau, di kehidupan zaman modern ini banyak sekali orang yang beragama tetapi tidak tahu apa makna agama itu sendiri. Ketika seseorang yang sudah banyak belajar kitab, memperdalam agama saat ditanya apa makna agama? Banyak sekali yang tidak mengetahui makna dzahiriyyahnya, menandakan bahwa sebagian besar orang kurang memperhatikan hal-hal remeh sekalipun. Ibaratnya kacang yang lupa kulit luarnya, hanya bermindset yang penting belajar dan kurang memahami makna-maknanya.

Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa semua ilmu yang ada di dunia ini bersumber dari Al-Qur’an sebagai pedoman dan pegangan hidup kebaikan di dunia dan akhirat.

Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surah Az-Zumar ayat 18

ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

Artinya: “Yaitu mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya, mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.”

Gus Idror juga memaparkan bahwa santri yang sedang menempuh pendidikan di luar negeri jika ingin menjadi orang alim harus terus meng-upgrade skill ke-nahwu-an, analisis dengan berpikir kritis, dan tidak mudah untuk terbawa arus aliran-aliran yang melenceng dari ahlusunah waljamaah.

Beliau bercerita sedikit tentang keadaan zaman Rasulullah saw. saat melakukan majlis ilmi. Sewaktu dilaksanakan majlis ilmi, para sahabat dan Rasulullah saw. tidak hanya mengkaji Al-Qur’an dan Hadis, melainkan berdiskusi terkait ilmu yang lain. Begitupun kita sebagai thalabul ‘ilmi ketika sedang berkumpul tidak harus mengkaji Al-Qur’an dan kitab saja. Akan tetapi, boleh untuk membahas perihal ilmu apapun itu dengan catatan dapat memberikan manfaat.

“Ilmu itu bisa didapatkan dari mana saja, bisa dari membaca, mengaji, mendengarkan dan bermusyawarah bersama,” tutur beliau.

Santri Nahdatul Ulama jangan sampai melupakan tradisi keilmuan yang telah diajarkan para masyayikh, dari mulai tradisi musyawarah, memaknai kitab kuning dan tata krama kepada orang lain.” Dawuh Gus Idror sembari mengingatkan kepada santri-santri NU di Maroko.

Melihat berbagai problematika yang muncul di tengah masyarakat, Gus Idror menitikberatkan agar para mahasiswa maupun mahasiswi NU Maroko meningkatkan kualitas diri dengan belajar maksimal dan sungguh-sungguh. Selain itu, di penghujung mauizah beliau dawuh bahwa adanya PCINU di negara manapun menjadi wasilah untuk tetap menyambung tali silaturrahim kepada para guru dan masyayikh yang tersebar di berbagai negara tak lupa untuk mengamalkan dawuh-dawuh yang telah disampaikan oleh masyayikh.

Kedatangan Gus Idror menjadi satu hal yang sangat berarti bagi para pelajar yang ada di Maroko, karena merasa dijenguk oleh ulama dari tanah air, terlebih dari kalangan Nahdlatul Ulama. Dapat dibilang mengobati rasa rindu kepada Indonesia. Agenda dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, lalu acara ditutup oleh pembawa acara dan ditutup dengan foto dan makan bersama.

Acara berlangsung sekitar 1 jam setengah, waktu yang singkat tapi memiliki makna yang mendalam. Lailatul Ijtima’ ini memberikan motivasi untuk terus meningkatkan value dalam diri kita agar bisa menjadi penerus masyayikh Nahdatul Ulama di Nusantara nanti. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.

Diliput oleh: Nadilla Qurrota A’yun

Simak tulisan terbaru kami Seni Merayu Tuhan

Ikuti kajian pasaran Ramadhan kami lewat YouTube kami PCINU MAROKO

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *