Maroko adalah negara Afrika Utara yang terletak di ujung barat laut Afrika, ke arah barat dari kota Makkah yang menjadikan kiblat di sana menghadap ke arah timur. Maroko juga merupakan negara Islam dan memiliki banyak keunikan yang tentunya berbeda dengan negara kita, Indonesia. Salah satu keunikannya adalah kuburan-kuburan di Maroko yang tidak semuanya menghadap ke arah kiblat, ada yang menghadap utara atau selatan, menghadap kiblat atau membelakanginya, miring 30 derajat dari arah utara.

Penempatan ini membuat kuburan di Maroko terkesan berantakan dan tak tersusun. Tentu hal ini menjadi fenomena yang sangat unik dan asing bagi kita, karena sangat bertolak belakang dengan kuburan di Indonesia yang menghadapkan mayat ke arah kiblat.
Perlu kita ketahui bahwa dalam mazhab Syafi’i, wajib hukumnya menghadapkan mayit ke arah kiblat. Dan disunahkan mengahadapkannya ke arah kiblat dari sisi kanannya. Bahkan di dalam kitab Nihayatu Al-zain karya Syekh Nawawi Al-Bantani, diterangkan wajib membongkarnya ketika diketahui mayat tidak menghadap kiblat. Kewajiban menghadapkan jenazah ke arah kiblat tersebut berdasarkan sabda kanjeng nabi Muhammad saw.,
قِبْلَتُكُمْ أَحيَاءً وأمواتًا
“(Ka’bah adalah) kiblat kalian, dalam kondisi hidup dan mati.” (HR Abu Dawud)
Hukum ini telah lama diterapkan oleh umat muslim dari generasi salaf, khalaf hingga zaman sekarang. Nabi agung kita, Nabi Muhammad saw. juga dikebumikan demikian (menghadap kiblat).
Dengan Maroko yang penduduknya mayoritas menganut mazhab Maliki, pasti terjadi perbedaan dalam perspektif fikih dalam beberapa hal, baik salat, wudu, atau seperti yang akan kita bahas yaitu tata cara penguburan. Adanya perbedaan cara penguburan ini, seringkali membuat kita merasakan culture shock, dan bertanya tanya apakah hal tersebut diperbolehkan dalam mazhab Maliki? Bagaimana pendapat dari keempat mazhab mengenai penghadapan mayat ke arah kiblat? Apakah pembongkaran diwajibkan seperti mazhab kita (Syafi’iyah)?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, mari kita menelaah lebih lanjut bagaimana keempat mazhab menetapkan hukum pada hal tersebut.
Mazhab Syafi’i
Dalam mazhab Syafi’i diwajibkan menghadapkan jenazah ke arah kiblat, begitu juga wajib membongkarnya ketika diketahui bahwa jenazah tersebut tidak menghadap kiblat, baik penguburan belum sempurna ataupun sudah. Makruh hukumnya jika menghadapkan kiblat di sisi kiri mayat, jika itu terjadi maka tak perlu dibongkar. Hal ini diterangkan oleh Syekh Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Al-Khatib Al-Syarbini dalam karyanya Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfadz Al-minhaj,
وَيُوَجَّهُ (لِلْقِبْلَةِ) وُجُوبًا تَنْزِيلًا لَهُ مَنْزِلَةَ الْمُصَلِّي، وَلِئَلَّا يُتَوَهَّمَ أَنَّهُ غَيْرُ مُسْلِمٍ كَمَا يُعْلَمُ مِمَّا سَيَأْتِي، فَلَوْ وُجِّهَ لِغَيْرِها نُبِش وَوُجِّهَ لِلْقِبْلَةِ وُجُوبًا إنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ، وَإِلَّا فَلَا يُنْب
“Dan mayit diarahkan ke arah kiblat, hukumnya wajib untuk menempatkannya pada posisi orang yang shalat, dan agar tidak disangka bahwa dia bukan seorang Muslim, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Jika diarahkan ke selainnya (kiblat), maka wajib digali dan diarahkan ke kiblat jika (mayat) belum berubah (membusuk), jika mayat telah berubah, (membusuk) maka tidak wajib digali…”
Sementara itu, ternyata ada juga ulama Syafi’iyah yang menetapkan hukum sunah. Beliau adalah Qadhi Abu Thayyib Thahir bin Abdillah al-Thabari yang memiliki pandangan berbeda mengenai hal ini dengan kebanyakan ulama Syafi’iyah. Dalam karyanya Al-Mujarrad disebutkan,
التَّوْجِيهُ إِلَى الْقِبْلَةِ سُنَّةٌ، فَلَوْ تُرِكَ اسْتُحِبَّ أَنْ يُنْبَشَ وَيُوَجَّهَ، وَلَا يَجِبُ
“Menghadapkan (jenazah) ke arah kiblat hukumnya sunah, jika ditinggalkan (tidak dihadapkan kiblat) maka sunah digali kembali dan dihadapkan ke arah kiblat, tidak wajib.”
Mazhab Hambali
Sama halnya dengan mazhab Syafi’i, mazhab Hambali juga menghukumi wajib menghadapkan mayat ke arah kiblat dan wajib dibongkar ketika diketahui mayat tersebut membelakangi kiblat atau dihadapkan ke arah selain kiblat sebelum mayit tersebut membusuk. Syekh wahbah al-Zuhaili dalam kitab Fiqhul Islami wa Adillatuhu menyebutkan,
ويجب عند الشافعية والحنابلة … ان يوضع الميت في القبر مستقبل القبلة
“Wajib menurut Syafi’iyah dan Hanabilah meletakkan mayat dalam keadaan menghadap kiblat.”
Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi tidak memperbolehkan membongkar atau menggali kembali kuburan yang telah tertimbun tanah dengan sempurna. Hal ini dikarenakan mazhab Hanafi penghadapan mayat ke arah kiblat, hukumnya sunah dan bukan kewajiban. dijelaskan dalam kitab Tuhfatul Fuqoha,
وَلَو وضعُوا فِي اللَّحْد مَيتا على غير الْقبْلَة أَو على يسَاره ثمَّ تَذكرُوا فَإِن أَبَا حنيفَة قَالَ إِن كَانَ بعد تشريج اللَّبن قبل أَن يهيلوا التُّرَاب عَلَيْهِ أزالوا ذَلِك وَيُوجه إِلَى الْقبْلَة على يَمِينه وَإِن أهالوا التُّرَاب لم ينبش الْقَبْر لِأَن التَّوْجِيه إِلَى الْقبْلَة سنة والنبش حرَام“
“Jika mereka meletakkan mayat ke liang lahad dalam keadaan tidak menghadap kiblat atau (meletakkannya) di sisi kiri mayat kemudian mereka ingat maka imam Hanafi menjelaskan jika itu dilakukan setelah meletakkan bata sebelum tanah ditimbun diatasnya maka boleh melakukannya (membongkar) dan menghadapkan (mayat) ke arah kiblat di sisi kanannya. Jika telah ditimbun tanah maka tidak boleh dibongkar karena menghadapkan (mayit) ke arah kiblat adalah sunah dan haram hukumnya membongkar.”
Mazhab Maliki
Ibnu Qosim dan Ibnu Rusyd dan mayoritas Ulama Malikiyah tidak mewajibkan meletakkan mayat menghadap ke arah kiblat dan tidak memperbolehkan menggali atau membongkar kuburan jika mereka telah menguburkan mayat dengan sempurna. Tetapi jika mereka belum menimbun sepenuhnya dan hanya meletakkan sedikit tanah diatasnya maka diperbolehkan mengubah arah mayat dan menghadapkannya ke kiblat. Hal ini bisa kita temukan di dalam kitab At-Taj wa Al-Iklil li Mukhtasar Khalil karya Al-Mawwaq al-Maliki:
إن جعلوا رأسه مكان رجليه واستدبروا به القبلة وواروه ولم يخرجوا من قبر. نزعوا ترابه وحولوه للقبلة، وإن خرجوا من قبره وواروه تركوه.
“Jika mereka meletakkan kepala jenazah di tempat kaki atau membelakangi kiblat dan mereka telah menimbunnya tetapi belum keluar dari kuburnya (liang lahad), maka mereka harus menggali tanahnya kembali dan mengarahkannya ke kiblat. Namun jika mereka telah keluar dari kuburannya dan telah menimbunnya maka biarkan saja.”

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
- Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menetapkan hukum wajib menghadapkan mayit ke arah kiblat dan wajib dibongkar ketika tidak terlaksana.
- Sedangkan Qadhi Abu Thayyib Thahir (Syafi’iyah) berpendapat bahwa hukum menghadapkan ke kiblat adalah sunah, begitu juga membongkar kuburan untuk menghadapkan ke kiblat hukumnya sunah.
- Ulama Malikiyah, Hanafiyah dan Qadhi Abu Thayyib Thahir (Syafi’iyyah) menghukumi sunah, dan haram untuk membongkar atau menggali kembali kuburan.
Maka boleh-boleh saja jika masyarakat Maroko tidak menghadapkan mayit ke arah kiblat dan tidak harus menggalinya kembali, karena mayoritas mereka menganut mazhab Maliki. Wallahu a’lam…
Refrensi:
- Nihayatu Al-zain, halaman 154,
- Mughni Al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfadz Al-minhaj, jilid 2 halaman 38,
- Raudhotu Al-Tholibin, jilid 2 halaman 134,
- Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid 2 halaman 1550,
- Tuhfatul Fuqoha, jilid 1 halaman 256,
- At-Taj wa Al-Iklil li Mukhtasar Khalil, jilid 3 halaman 44.
Penulis: Muhammad Nabil Maulana (Mahasiswa Universitas Cadi Ayyad Marrakesh).
Ikuti kegiatan kami lewat instagram @pcinumaroko
Baca buletin terbaru kami Kotakin edisi 3