Kitab Nur al-Uyun fi Talkhish Siroh al-Amir al-Ma’mun merupakan sebuah kitab yang membahas biografi singkat seorang panutan umat manusia, Rasulullah Muhammad saw. Kitab yang bisa memberikan pengenalan tentangnya bagi para pemula dan pengingat bagi yang sudah mempelajari.
Syekh Ibn Sayyid An-Nas
Kitab ini dikarang oleh Syekh Abul Fath Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Sayyid Al-Nas Al-Ya’muri Al-Mishri. Lebih dikenal dengan nama Ibn Sayyid Al-Nas yang dinisbatkan kepada kakeknya yg ke-12 yaitu Sayyid Al-Nas bin Abi Al-Walid.
Beliau dilahirkan pada bulan Dzulqo’dah tahun 671 H di Cairo, Mesir. Ayah beliau merupakan seorang ulama besar. Sejak kecil beliau tumbuh di lingkungan yang kaya akan ilmu. Ketika beliau berusia 4 tahun, ayahnya mengajaknya untuk ikut mendengar berbagai kajian ilmu di majlis. Setelah beranjak dewasa, beliau merantau untuk mencari ilmu dan mendengar berbagai majlis ilmu dari para ulama yang jumlahnya mendekati angka 1000.
Beliau senantiasa mencari lebih banyak ilmu. Hal itu membuatnya menguasai berbagai fan ilmu, seperti hadis, fikih, balaghoh, biografi, sejarah, bahkan menjadi ahli dalam bidang bahasa dan membuat banyak bait-bait indah.
Beberapa ulama memujinya karena keluasan ilmunya. Imam Al-Barzali berkata, “Dia adalah salah satu orang yg ahli dalam ilmu, menghafal banyak hadis, memahami sanad dan illat-nya serta mengetahui mana hadis yang sahih dan batil.” Bahkan Imam Adz-Dzahabi berkata, “Jarang sekali mata ini melihat orang seperti beliau dalam hal ilmu, pengetahuan, cara berpikir dan keluasan wawasannya.”
Karya-karya beliau selain kitab ini, di antaranya kitab Tashlil Ishobah fi Tafdhil as-Shohabah, Minah al-Midah, Busyro al-Labib bi Dzikro al-Habib, dll. Beliau wafat secara tiba-tiba pada hari Sabtu, 11 Sya’ban tahun 734 H. Dimakamkan di Qarafah dekat makam Al-Hafidz Ibn Abi jamrah.
Nur al-Uyun fi Talkhish Siroh al-Amir al-Ma’mun
- Nasab Rasulullah saw
Nasab Rasulullah dari pihak ayah dan ibu bertemu di kakeknya yang bernama Kilab bin Murroh.
Adapun dari pihak ayah, Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abd Manaf ibn Qushoy ibn Kilab ibn Murroh. Dan dari pihak ibu, Muhammad ibn Aminah bint Wahab ibn Abd Manaf ibn Zuhroh ibn Kilab ibn Murroh.
- Kelahiran Rasulullah saw
Beliau lahir pada hari Senin bulan Rabiul Awwal tahun gajah (tahun di mana Raja Abrahah bersama tentaranya berniat ingin menghancurkan Ka’bah dengan menunggangi gajah).
Selain itu, banyak kejadian besar di malam kelahirannya, di antaranya bergoncangnya istana Kerajaan Persia hingga 14 balkonnya runtuh. Digambarkan sampai-sampai suaranya terdengar di Mekah; padamnya api Persia yang sudah bertahan selama seribu tahun; dan surutnya Danau Sawah secara tiba-tiba.
- Penyusuan Rasulullah saw
Sesuai tradisi pada masa itu di mana bayi yang baru lahir diserahkan pada seorang wanita di pedesaan untuk menjadi ibu susunya. Rasulullah memiliki dua ibu susu, Halimah bint Abu Dzuaib dari Bani Sa’ad dan Tsuwaibah Al-Aslamiyah budak Abu Lahab. Hal ini bertujuan agar bayi yang baru lahir tumbuh lebih sehat dan kuat di sana.
Selain itu Rasulullah memiliki ibu asuh yang bernama Ummu Aiman yang merupakan seorang budak dari Habasyah milik ayahnya yang kemudian diwariskan padanya. Setelah Rasulullah tumbuh dewasa, Ummu Aiman pun dibebaskan dan dinikahkan kepada Zaid ibn Haritsah.
- Pertumbuhan Rasulullah saw
Banyak sekali peristiwa hebat semasa hidup Rasulullah. Baik sebelum diutus menjadi seorang nabi dan rasul maupun setelahnya.
Rasulullah kecil tumbuh tanpa peran orang tua. Ayahnya wafat saat beliau dalam kandungan. Beberapa ulama berbeda pendapat dalam usia kandungan. Sebagian berpendapat pada usia kandungan 2 bulan (pendapat yang masyhur) dan sebagian lain berpendapat 7 bulan. Ibunya wafat sedangkan Rasululullah baru berusia 4 tahun (pendapat lain mengatakan 6 tahun). Lalu, beliau diasuh oleh kakeknya Abdul Muthallib.Setelah usianya mencapai 8 tahun 2 bulan 10 hari, kakeknya pun wafat dan perwalian pun dipegang oleh pamannya, Abu Thalib.
Di usianya yang ke-12, pamannya mengajak beliau pergi ke Syam. Sesampainya di kota Busra (sekarang bagian dari Suriah), mereka bertemu seorang pendeta bernama Bahiro yang melihat tanda-tanda kenabian. Pendeta itu pun berkata, “Dia (Rasulullah) adalah seorang utusan yang Allah utus sebagai rahmat bagi alam semesta. Ketika kalian datang dari Aqabah tidak ada satu pun batu dan pohon yang tidak sujud padanya. Dan itu tidak akan terjadi kecuali pada seorang nabi. Hal itu telah disebutkan pada kitab-kitab kami. Jika kalian melanjutkan perjalanan ke Syam, orang-orang Yahudi di sana akan membunuhnya.” Akhirnya mereka pun kembali karena takut hal itu terjadi.
Beberapa tahun kemudian, Rasulullah kembali melakukan perjalanan ke Syam bersama Maisaroh, budak S. Khadijah untuk berniaga. Sesampainya di Syam, beliau berteduh dibawah pohon dekat lumbung padi milik seorang pendeta. Ia pun berkata “Tidak akan ada seorang pun yang berteduh di bawah pohon ini kecuali seorang nabi.” Maisaroh pun menimpali “Bahkan ketika matahari sangat terik selama perjalanan, saya melihat dua malaikat turun menaunginya.” Tidak lama setelah pulang dari Syam, Rasulullah memutuskan menikahi S. Khadijah pada usia 25 tahun.
Selain itu, kejadian besar terjadi ketika Rasulullah berusia 35 tahun, dimana Ka’bah yang sempat runtuh karena bajir bandang dibangun kembali. Saat itu pembesar Quraish berselisih tentang siapa yang akan menaruh Hajar Aswad kembali di tempatnya. Akhirnya semua orang bersepakat bahwa Rasulullah adalah orang yang pantas melakukannya.
Adakah hikmah yang bisa kita dapat dari kisahnya?
Dari cerita diatas ada beberapa hikmah ilahi yang bisa didapat. Salah satunya, ketika Allah membuat Rasulnya tumbuh tanpa didikan dan peran orang tua, pun tanpa seorang kakek, bahkan pamannya yang menemaninya tumbuh pun tidak ditakdirkan memeluk Islam. Itu semua karena Allah ingin mendidik dan menuntun makhluk yang paling dicintainya secara langsung tanpa adanya campur tangan manusia. Sehingga tidak ada alasan bagi para penentangnya untuk tidak mempercayai risalah yang dibawanya.
Kedua, keinginan beliau membantu pamannya dalam berniaga menunjukkan bahwa beliau memiliki akhlak yang mulia dimana hal itu dilakukannya sebagai tanda terima kasih dan dalam rangka meringankan beban pamannya yang sudah mengasuhnya dalam waktu yang lama. Di sisi lain, Allah ingin memperlihatkan wibawa Rasul-Nya dimana beliau bisa hidup mandiri dengan hasil kerjanya tanpa harus meminta dan menunggu pemberian orang.
Ikuti kegiatan PCI Fatayat NU Maroko di @fatayatnumaroko