Stoikisme; Solusi di Tengah Kegelisahan Gen Z, Masih Relevankah?
Diskusi PCI Fatayat NU Maroko pada tanggal 25 Februari 2025 bersama sahabat Siti Rahma Aulia. Diskusi ini berupaya memberikan perspektif baru dalam menghadapi kecemasan, dan menawarkan solusi dalam menghadapi tekanan sosial di zaman sekarang, era Gen Z.
Pengenalan Stoikisme
Meskipun konsep filsafat ini udah ada sejak ribuan tahun lalu, ternyata dan ternyata masih sangat relevan sampai sekarang. Salah satu prinsipnya yang paling terkenal adalah, “Fokus pada apa yang bisa kita kendalikan“. Jadi, daripada stres mikirin hal-hal yang di luar kendali, lebih baik energinya kita pakai untuk upgrade diri dan belajar untuk bersikap lebih tenang.
Stoikisme merupakan konsep filsafat yang menekankan pengendalian diri, ketenangan batin, dan hidup selaras dengan alam. Tujuannya adalah menjalani hidup dengan mengelola emosi negatif, menerima takdir (amor fati), dan hidup dengan kebajikan.
Ada hal yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak. Konsep utama stoikisme menekankan fokus pada hal yang bisa dikontrol, alih-alih terlalu memikirkan sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Hidup selaras dengan alam berarti memahami bahwa segala sesuatu di dunia ini saling berkaitan dan kita harus bijak dalam bertindak.
Apakah stoikisme ini relevan untuk Gen Z?
Pertanyaan ini mempunyai dua jawaban, tergantung dari sudut pandang dan bagaimana Stoikisme ini diterapkan dalam kehidupan Gen Z. Stoikisme bisa menjadi relevan untuk Gen Z dalam beberapa hal:
- Pengendalian diri dan penerimaan. Stoikisme menekankan fokus pada hal yang bisa dikendalikan dan menerima yang tidak bisa dikendalikan.
- Solusi dan Kesehatan mental dalam menjalani kehidupan. Stoikisme mengajarkan kita untuk tetap kuat dalam menghadapi tantangan yang ada, tidak mudah untuk menyerah, kita harus menganggap kesulitan sebagai bagian dari kehidupan yang harus dihadapi.
- Amorfati dan ataraxia. Dengan kata lain menerima sesuatu yang telah terjadi dengan lapang dada dengan tetap menjaga ketenangan batin tanpa terkecoh hal-hal di luar kendali.
- Kesamaan dengan ajaran agama. Banyak prinsip stoikisme yang sejalan dengan ajaran moral agama dalam menjalani hidup dengan lebih bijak, tenang, dan menerima dengan hati yang lapang.
Nah, kapan stoikisme gak relevan untuk Gen Z?
Mengenai hal ini, ada beberapa alasan yang membuat stoikisme gak relevan untuk Gen Z:
- Sulit untuk dipraktekan, terutama dalam hal mengontrol emosi, menerima semua takdir, dan tetap tenang disituasi sulit, apalagi di era yang serba instan seperti sekarang.
- Gen Z suka divalidasi. Validasi sosial jadi hal yang lumrah dan bahkan dianggap penting. Gen Z juga terbiasa dengan feedback instan, like, dan komentar di media sosial. Sementara stoikisme mengajarkan untuk tidak peduli dengan opini eksternal.
- Era serba cepat.
- Perbedaan nilai, stoikisme dan nilai-nilai yang dipegang Gen Z memiliki perbedaan yang sangat tampak, tapi bukan berarti hal tersebut tidak bisa dikombinasikan.
Kritik terhadap dikotomi kendali
Secara umum, stoikisme membagi sesuatu menjadi dua macam:
- Yang bisa dikendalikan,
- Yang tidak bisa kita kendalikan.
Konsep ini membuat hidup jadi lebih simple karena kita cuma ber-fokus pada hal yang ada di depan kita. Tapi, beberapa orang mengkritik cara pandang ini karena dianggap kurang fleksibel dalam kehidupan nyata.
Stoikisme—dalam beberapa hal—bisa menjadi filsafat hidup yang berguna, tapi harus diterapkan dengan cara yang lebih fleksibel. Karena pada akhirnya, yang paling penting adalah menemukan keseimbangan supaya bisa tetap berkembang tanpa kehilangan diri sendiri. Hal ini tergambar dari ucapan para stoik, “Kita tidak selalu bisa mengontrol apa yang terjadi, tapi kita selalu bisa mengontrol bagaimana kita meresponnya“.
Ikuti kegiatan ka.i lewat instagram @fatayatnumaroko
Baca artikel terbaru kami,