Kali ini sahabat Najmatul Auliya mengajak kita untuk membedah sebuah buku yang berjudul “Akulah Angin Engkaulah Api”. Ditulis oleh seorang orientalis perempuan asal Jerman, Prof. Annemarie Schimmel. Perhatiannya pada budaya timur dan Islam membuatnya menulis lebih dari 50 buku tentang spiritualitas, sufisme, dan kebudayaan Islam. Dan buku ini ia tulis karena ketertarikannya pada salah satu sosok yang juga ia kagumi, Jalaluddin Rumi.
Siapa sebenarnya sosok Jalaluddin Rumi?
Ia adalah seorang penyair dan sufi yang lahir di Balkh, Afganistan pada tahun 1207. Tidak hanya terkenal di kalangan muslim saja, tetapi beliau juga terkenal di kalangan orang-orang Barat, bahkan Paus Yohanes XXIII pun tunduk kepadanya. Ayahnya yang Bernama Bahauddin Walad juga merupakan ulama besar, sehingga orang-orang menjulukinya sultonul ulama.
Di umurnya yang ke 3 tahun, Jalaludin Rumi pindah ke Konya, sebuah kota di daerah Turki yang juga disebut daerah Rumi. Karena itulah beliau dikenal dengan nama Jalaludin Rumi.Di usia 7 tahun, ayahnya mengajaknya menemui seorang wali yang bernama Fariduddin Atthor. Beliau menduga bahwa kelak Jalaludin Rumi akan menjadi sosok hebat melebihi ayahnya. Dan benar saja, setelah ayahnya wafat, Jalaludin Rumi menggantikan peran ayahnya dan mendapatkan gelar “Maulana” karena kepintarannya.
Di buku ini, Schimmel mencoba membedah dan mengkaji dimensi lahiriah dan batiniah Rumi melalui karya-karyanya. Salah satu aspek yang sering disebutkan Rumi dalam karyanya adalah tentang tanggung jawab. Meskipun Tuhan telah merencanakan dan mengatur segalanya, manusia juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang dapat menghindarkan dirinya dari kemalangan dan petaka, serta tidak menyesatkan orang lain.
Selain itu, Schimmel juga berhasil menjelaskan pandangan Rumi tentang salat. Salat merupakan doa, dan tidak semua doa diterima. Rumi menggambarkan doa-doa yang dipanjatkan bagaikan nyanyian burung-burung di pagi hari, sampai kapan Tuhan ingin mendengarnya terserah pada-Nya. Di sisi lain, doa itu sendiri merupakan pengakuan manusia bahwa Tuhan maha kuasa atas segala-Nya dan pengakuan bahwa manusia adalah makhluk lemah yang tidak bisa berbuat apa-apa tanpa kehendak-Nya.
Bagaimana Rumi mulai berkarya?
Suatu hari ia bertemu dengan seorang guru misterius bernama Syamsuddin Attabriz. Ia sangat mencintai gurunya dan memutuskan untuk menjadi muridnya. Setelah berguru kepada Syamsuddin Attabriz, Rumi mulai menyendiri. Karena sikapnya itu, muncullah fitnah-fitnah yang membuat Syamsuddin tidak nyaman dan pergi dari Rumi. Setelah kepergian sosok guru yang sangat ia cintai dan kagumi inilah, bakat sastra, syair, serta tari sufi muncul karena kerinduannya terhadap sang guru. Singkatnya, melalui buku ini Schimmel berhasil menggambarkan Rumi dan mengajak pembacanya merasakan perasaan Rumi pada saat itu.
Ikuti kegiatan kami di instagram @pcinumaroko