Sejarah Fatayat NU: Dari Surabaya ke Maroko
Fatayat NU adalah organisasi perempuan muda Nahdlatul Ulama yang lahir dari semangat perjuangan perempuan-perempuan untuk mengambil peran dalam bidang agama, sosial, dan kebangsaan. Organisasi ini resmi disahkan pada Muktamar ke-18 NU di Surabaya, 24 April 1950 (7 Rajab 1369 H). Sejak itu, Fatayat menjadi badan otonom NU yang menaungi perempuan muda hingga usia 40 tahun, dengan cita-cita melahirkan generasi perempuan yang salehah, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi bangsa.
Sejak awal, Fatayat NU hadir di tengah dinamika perjuangan bangsa yang baru merdeka. Sebagai sayap perempuan NU, organisasi ini meneguhkan diri pada paham Ahlussunnah wal Jama’ah serta nilai-nilai Pancasila. Fokus utama perjuangannya adalah pemberdayaan perempuan lewat pendidikan, pengajian, dan kegiatan sosial. Dalam perjalanannya, Fatayat NU berkembang menjadi organisasi besar yang berjejaring luas, aktif mengawal isu-isu perempuan, anak, dan masyarakat.
Perjalanan Fatayat NU tak hanya berhenti di tanah air. Tahun 2010, PBNU mengirim 15 mahasiswa ke Maroko. Setahun kemudian, pada 17 September 2011, KH. Maimoen Zubair meresmikan PCINU Maroko di Tangier. Bersamaan dengan itu, embrio Fatayat NU Maroko lahir sebagai bagian dari PCINU.
Karena jumlah anggotanya waktu itu hanya segelintir (sekitar tiga orang), kepemimpinan Fatayat NU Maroko masih dipimpin oleh seorang koordinator, bukan ketua. Baru pada 2012, SK resmi dari pusat turun dan menegaskan keberadaan Fatayat NU Maroko sebagai bagian sah dari struktur NU di luar negeri.
Ketua dari tahun ke tahun:

Seiring waktu, Fatayat NU Maroko terus berkembang:
- 2011–2014: Dipimpin oleh Dr. Hj. Durrotul Yatimah sebagai koordinator. Kegiatan masih terbatas dan biasanya dilakukan saat libur kuliah di Rabat.
- 2014–2016: Sarah Lathoiful Isyaroh terpilih sebagai ketua pertama. Mulai ada kegiatan rutin seperti amaliyah NU, diskusi kitab, hingga rihlah.
- 2016–2018: Layyinah Nur Chodijah membentuk Badan Pengurus Harian. Seminar internasional dan penerbitan buku terjemahan Perempuan dan Globalisasi karya Asmae Lamrabet menjadi pencapaian penting.
- 2018–2020: Alyfah Rona Hijriah mendirikan koperasi dan perpustakaan di Tangier, sekaligus menguatkan bidang media.
- 2020–2022: Avika Afdiana Khuamedi memaksimalkan teknologi digital. Webinar, diskusi online, hingga program Warjur (warung jujur) dijalankan dan menjadi ikon Fatayat.
- 2022–2024: Khobirotun Nisa membawa Fatayat NU Maroko ke era baru. Untuk pertama kalinya diadakan Konfercab dan organisasi ini resmi mendapatkan SK dari PP Fatayat NU. Statusnya pun naik dari lembaga di bawah PCINU menjadi PCI Fatayat NU Maroko, badan otonom penuh.
- 2024–2026: Wafal Hana terpilih sebagai ketua lewat pemilihan resmi dalam Konfercab kedua. Hingga awal 2025, jumlah anggota sudah mencapai 69 orang, jauh lebih banyak dibanding masa awal berdirinya. Pada periode ini, kepengurusannya sedang menyiapkan launching majalah perdana Fatayat, yang sudah diberi nama Fahima (Fatayat Menghimpun Aksara).
Dengan semakin banyaknya anggota, kegiatan Fatayat NU Maroko pun semakin beragam. Bidang pendidikan menginisiasi OMOB (One Month One Book), KIBK (Kajian Intensif Belajar Kitab yang bekerja sama dengan Lakpesdam PCINU Maroko), Pelatihan Bathsul Masail, kajian kitab, dan diskusi keputrian. Bidang ekonomi mengelola koperasi, Warjur, hingga layanan keuangan internal (fa-pay). Bidang media aktif menerbitkan majalah dan mengelola konten digital.
Fatayat NU Maroko juga menjalin kerja sama dengan organisasi perempuan lain, baik dari Indonesia maupun Maroko. Mereka bahkan pernah mengundang ustadzah Maroko untuk mengisi forum diskusi. Hal ini menegaskan peran Fatayat NU Maroko yang tidak hanya berfokus pada internal mahasiswa Indonesia, tapi juga sudah dikenal di lingkup internasional.
Di masa awal, tantangan terbesar Fatayat NU Maroko adalah jumlah anggota yang minim dan lokasi yang terpencar di berbagai kota. Teknologi komunikasi pun masih terbatas. Kini, dengan adanya platform digital, hambatan itu bisa diatasi lewat forum daring dan pertemuan rutin di Rabat saat liburan.
Pencapaian terbesar Fatayat NU Maroko sejauh ini adalah pengakuan resmi dari PP Fatayat NU pada 2023, yang menjadikannya organisasi perempuan NU yang sah dan berdikari di luar negeri.
Ke depan, Fatayat NU Maroko diharapkan terus memperluas kiprahnya dengan merangkul lebih banyak perempuan muda Indonesia di Maroko. Bukan hanya menjadi wadah silaturahmi, tapi juga ruang belajar, pemberdayaan, dan pengembangan diri, sehingga kontribusinya makin terasa baik di kalangan NU maupun masyarakat luas.
Sumber:
- Pedoman Camaba PBNU 2024.
- PCI Fatayat NU Maroko: Sebuah Perjalanan dan Pengabdian (Calon Rubrik di majalah Fahima, tunggu dan baca kelanjutannya di Majalah Fahima).
- Wawancara mahasiswi UINSUKA tentang Perkembangan Fatayat NU Maroko kepada Wafal Hana.
Ikuti kegiatan kami lewat instagram @fatayatnumaroko
simak artikel terbaru kami,