Tabarruj dan Wacana Fitnah Perempuan: Dosa Visual atau Kontruksi Sosial

Diskusi PCI Fatayat Nu Maroko edisi tanggal 21 Juni 2025, bersama Sahabat Qoriatus Shufiyah. Membahas tema Tabarruj dan Wacana Fitnah Perempuan: Dosa Visual atau Kontruksi Sosial, yang mana banyak muncul narasi yang kerap menyalahkan perempuan secara sepihak. Diskusi ini bertujuan untuk membuka ruang refleksi tentang bagaimana cara memaknai tabarruj dan fitnah perempuan agar tidak dipandang sebelah mata.

Definisi tabarruj

Menurut At-thabari definisi tabarruj adalah التبختر والتكسر, yang berarti berjalan dengan angkuh untuk menyambongkan diri. Tabarruj itu dalam berperilaku bukan dalam berpenampilan

Sedangkan menurut Prof. Quraish Shihab, pengarang Tafsir Al-Mishbah, tabarruj adalah menampakkan perhiasan dalam pengertianya yang umum, yang tidak biasa ditampakkan oleh wanita baik-baik, atau memakai sesuatu yang tidak wajar dipakai, atau yang biasanya tidak dinampakkan kecuali pada suami.

Dari sini dapat dipahami, bahwasanya At-Thabari memaknai istilah tabarruj dengan makna yang lebih sempit, sedangkan definisi Prof. Quraish Shihab lebih luas dan mengikat, tidak hanya terbatas pada berperilaku, tetapi juga dalam berpenampilan.

Apakah tujuan Al-Qur’an melarang perempuan ber-tabarruj?

Seperti yang kita tahu, Al-Quran menyebutkan larangan tabarruj secara eksplisit dalam 2 ayat utama, yaitu:

Surah Al-Ahzab ayat 33:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولى ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلوةَ وَءاتِين الزَّكوةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)

Dan surah An-Nur ayat 60:

وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ الَّتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَن يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرُّجتٍ بِزِينَةٍ ۖ وَأَن يَسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَهُنَّ ۚ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti dari haid dan tidak ingin menikah lagi, tidak ada dosa atas mereka menanggalkan pakaian luar mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan. Tetapi jika mereka menjaga diri (dengan tidak menanggalkannya), itu lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur 60)

Nah, larangan ini bertujuan untuk menjaga ketertiban sosial dan melindungi perempuan dan pelecehan atau kejahatan sebagaimana yang marak terjadi di masa kini. Tidak bisa dipungkiri bahwa perempuan adalah sumber fitnah, maka dari itu, Islam memuliakan perempuan dengan menetapkan batasan yang melindungi mereka dari eksploitasi visual dan objektifikasi. Larangan ini juga membantu menjaga citra perempuan sebagai pribadi yang dihargai karena akhlak dan ilmunya, bukan semata penampilan. Dari sini kita tahu bahwa larangan ini bukan bentuk pengekangan, tetapi sebagai bentuk penjagaan.

Bagaimanakah standar tabarruj itu sendiri?

Dalam Islam, tabarruj merujuk pada perilaku menampakkan kecantikan, perhiasan, atau aurat perempuan secara berlebihan di hadapan laki-laki nonmahram. Standarnya tidak hanya soal pakaian, tapi juga juga mencakup sikap, suara, dan cara berinteraksi. Seperti halnya berpakaian ketat dan tipis atau transparan, berhias mencolok di tempat umum, menggunakan parfum yang menyengat saat keluar rumah, serta berjalan atau bersikap yang menggoda lawan jenis, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, jika dipelajari lebih dalam, tidak ada standar tabarruj yang pasti, tergantung urf atau hukum lingkungan yang menetapkan atau membentuk standar tabarruj tersebut. Jadi, tidak sepatutnya kita mudah men-judge seseorang itu ber-tabarruj hanya dengan melihat penampilanya saja.

Apakah perempuan berhias tarmasuk dalam sikap ber-tabarruj?

Tidak semua bentuk berhias termasuk dalam tabarruj. Hal ini tergantung pada niat, cara, dan konteks berhias itu sendiri.

Bermias adalah fitrah perempuan dan diperbolehkan dalam islam, bahkan dianjurkan dalam konteks tertentu, seperti untuk suami atau di antara sesama perempuan. Hanya saja berhias yang berlebihan atau terlalu mencolok di depan laki-laki yang bukan mahromnya dapat menimbulkan sikap tabarruj.

Apa sebenarnya tujuan perempuan berhias?

Tujuan berhias sangat beragam, dan tidak semuanya bernilai negatif. Seperti tujuan untuk menyenangkan suami, menjaga kerapian dan kebersihan diri, meningkatkan rasa percaya dini, sebagai bentuk self love, serta mengikuti budaya atau norma sosial saat menghadiri acara tertentu.

Jadi, berhias itu boleh dan bahkan bisa menjadi ibadah, selama tidak melanggar batasan syariat. Islam tidak melarang kecantikan, tapi mengatur bagaimana dan kepada siapa kecantikan itu ditampilkan

Konklusi

Sebagai muslimah, hendaknya kita berhati-hati dalam perilaku dan penampilan, agar terhindar dari tabarruj, sebagai bentuk penjagaan diri dan wujud ketaatan kepada Allah. Dengan menjaga kesederhanaan, kesopanan, dan niat yang tulus, kita tidak hanya melindungi diri dari fitnah, tetapi juga memancarkan kemuliaan akhlak yang menjadi ciri perempuan beriman.

Notulensi diskusi Fatayat NU Maroko, ditulis oleh: Nur Aisyah, Mahasiswi Institut Kadi Faqih Abdullah bin Said Al Oujdi, Oujda.

Ikuti kegiatan kami lewat instagram @fatayatnumaroko

Simak artikel terbaru kami,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *