PCI Fatayat NU Maroko Gelar Webinar Kewirausahaan: Belajar Mandiri Finansial sebagai Bentuk Ibadah dan Perjuangan

Maroko, 18 November 2025—Bidang Ekonomi dan Koperasi PCI Fatayat NU Maroko sukses menyelenggarakan Webinar Kewirausahaan bertajuk Belajar Mandiri Finansial sebagai Bentuk Ibadah dan Perjuangan. Kegiatan webinar ini menghadirkan narasumber tunggal, Ning Khilma Anis. Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Annur Kesilir Wuluhan, Jombang, sekaligus owner Omah Suhita dan Penulis novel best seller Hati Suhita yang telah ditayangkan menjadi film layar lebar dengan ratusan ribu penonton.

Acara yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom meeting pada Selasa (18/11) pukul 10.15 GMT+1 atau 16.15 WIB ini dihadiri oleh para peserta dari berbagai wilayah. Webinar ini bertujuan membangun kesadaran akan pentingnya kemandirian ekonomi sebagai bagian dari nilai ibadah, perjuangan, dan pemberdayaan perempuan di era modern.

Webinar dibuka oleh Sahabat Nidaan Khofiya, selaku moderator, dilanjutkan sambutan Ketua PCI Fatayat NU Maroko, Sahabat Wafal Hana, yang diwakili oleh Sahabat Indriastuti Ramadhani, Lc. Dalam sambutannya, Sahabat Indri menyampaikan bahwa menjadi perempuan mandiri berarti mampu menjadi motor perubahan tanpa meninggalkan nilai-nilai kelembutan, keadaban, dan spritualitas.

“Webinar ini mengangkat tema yang sangat relevan, bukan sekadar ajakan untuk berwirausaha, tetapi juga sebagai refleksi bahwa kemandirian adalah salah satu pintu menuju kemuliaan, keberdayaan, dan kemanfaatan bagi keluarga dan masyarakat. Kami percaya bahwa perempuan Fatayat memiliki potensi besar untuk berkembang, berkarya, dan berperan aktif dalam membangun masa depan secara finansial,” ungkap Sahabat Indri.

Memasuki sesi inti, Ning Khilma Anis membagikan kisah inspiratif tentang proses kreatif menjadi perempuan yang mandiri secara finansial. Beliau ber-statement, “Mandiri adalah bentuk rasa syukur yang paling nyata, karena mandiri identik dengan mensyukuri value dan keterampilan yang diberikan.” Maksudnya dalam mandiri finansial merupakan mental yang tidak bergantung pada siapapun—baik kepada seseorang, maupun lembaga. Kemandirian menjadi wujud nyata sebagai kemampuan kita untuk berdiri di kaki kita sendiri, dengan usaha yang sudah kita lakukan.

Namun demikian, mandiri finansial bukan tidak membutuhkan orang lain. Manusia tetap makhluk sosial—yang dibutuhkan adalah tidak bergantung. “Kalau butuh, dikasih senang; tidak dikasih juga tidak masalah. Kalau sudah bergantung, konotasinya akan berubah menjadi negatif, ketika tidak dikasih situasinya akan berubah,” jelas Ning Khilma. Maka dari itu, konsep kemandirian finansial lebih mengacu kepada kemerdekaan secara finansial.

Dalam tradisi Jawa, sejak kecil kita diajarkan prinsip dasar untuk memiliki sifat gemi, maknanya tidak boros, pandai menabung, tahu kebutuhan primer dan sekunder. Bahkan, di beberapa tempat kita sudah sering melihat tulisan ‘hemat pangkal kaya’. Akan tetapi, kita tidak pernah diajarkan literasi finansial (bagaimana cara mengelola keuangan).

Melihat perkembangan zaman dan meningkatnya kebutuhan hidup, perempuan tidak cukup hanya memiliki sifat gemi, tetapi harus diimbangi dengan watak nastiti yang sebenarnya dijadikan sebagai golden ajaran, maknanya adalah sifat seorang perempuan yang mampu mengelola keuangan. Seandainya dari kecil kita sudah diajarkan watak gemi dan nastiti, mungkin di usia 20-an, kita sebagai perempuan sudah kaya raya semua, karena sudah memiliki kemandirian finansial yang kuat.

Dalam istilah Jawa, banyak sekali watak perempuan yang harus dikuasai, di antaranya: gemi (pandai menabung), nastiti (mampu mengelola keuangan), gemati (perhatian) dan ngati-ngati (berhati-hati). Watak yang cukup sulit adalah nastiti, karena sifat mengelola keuangan dengan mencari sumber pendapatan lain dan mengatur pemasukan.

Ning Khilma juga menyinggung, kenapa perempuan harus nastiti? Setiap orang sudah punya wadah, wayah, dan jatahnya masing-masing. Nastiti adalah wadah. “Kalau seseorang sejak dulu belajar keterampilan, mandiri finansial, atau literasi finansial,  maka wadahnya besar. Karena wadahnya besar maka jatah yang diperoleh juga besar,” ungkap Ning Khilma.

Kemudian beliau melanjutkan, mengapa perempuan harus mandiri? Karena perempuan yang mandiri, tidak menjadi subordinat orang lain, tidak menjadi beban dan bisa memiliki banyak pilihan. Mayoritas perempuan, seringkali berdoa agar bisa mendapatkan suami yang kaya raya, menjadi menantu kaya. Tetapi kita lupa bahwa kehidupan bisa berubah sewaktu-waktu. Maka, sebenarnya doa terbaik menurut beliau adalah Ya Allah, jadikanlah saya perempuan yang kaya raya.”

Menuju pintu kesuksesan, kita membutuhkan kunci untuk melewati perjalanan panjang—Ning Khilma menyebutkan 4 kunci tersebut:

  1. Aset Diri, menempati 80% faktor kesuksesan yang berasal dari diri kita sendiri: value, minat, bakat, dan keunikan.
  2. Aset Kapital, maksudnya adalah modal. Tetapi hanya 10% kemungkinan sukses, karena orang yang memulai usaha dengan modal sendiri akan berbeda dengan modal dari orang tua.
  3. Aset Jaringan, maknanya adalah relasi dan jejaring yang membuka banyak peluang usaha.
  4. Aset Digital, ruang membangun personal branding, mengenalkan produk, berinteraksi dan tidak alergi dengan dunia digital.

Dengan demikian, dalam kemandirian finansial, aset diri adalah aspek yang paling utama untuk dikembangkan.

Dalam membangun bisnis, ada 4 point penting, yaitu:

  1. Seneng, memulai dari hal yang disukai dan melihat peluang di sekitar.
  2. Kenceng, maksudnya kenceng tekad dan niatnya, bukan modalnya. Mentalnya harus kuat, wong dagang iku isin (orang yang berdagang itu malu). Keberuntungan adalah milik orang yang berani.
  3. Kepareng, maknanya adalah direstui dari orang-orang terdekat.
  4. Wilujeng, maknanya adalah selamat. Bergantung kepada Yang Maha Kuasa. Kita harus selalu yakin bahwa dalam berbisnis ketika berhasil  bukan dari keterampilan kita, melainkan atas rida Yang Maha Kuasa.

Ning Khilma menegaskan, bahwa dalam memulai bisnis dimulai dari hal kecil, tidak perlu menunggu sempurna, tetapi fokus pada keunikan. Karena yang membuat orang-orang terikat pada kita adalah keunikan bukan harga.

“Ketika kita merelakan 10.000 jam untuk hal yang kita usahakan (passion), tidak mungkin tidak berhasil. Menjadi Perempuan itu harus memiliki kemerdekaan setinggi-tingginya. Tak perlu meminta izin untuk terbang. Sayap itu milikmu dan langit bukan milik siapapun. Belajar Mandiri finansial bukan soal nominal, tapi tentang mental,“ tutur Ning Khilma.

Acara berlangsung lancar dan penuh interaktif. Antusiasme peserta begitu tinggi, terlihat dari banyaknya peserta yang berebut memberi pertanyaan. Ning Khilma juga aktif menyapa peserta, membuat suasana webinar semakin hangat dan hidup. Acara ditutup dengan foto bersama.

Ikuti kegiatan kami lewat instagram @fatayatnumaroko

Tonton siaran ulang lengkapnya di Webinar Kewirausahaan: Belajar Mandiri Finansial sebagai Bentuk Ibadah dan Perjuangan

simak berita terbaru kami,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *