Ketika ‘Hadiah’ Menjadi Dosa: Menyibak Tabir Risywah

Seiring berkembangnya zaman, kebutuhan dan keinginan manusia semakin beragam dan kompleks. Tak jarang, demi mencapai apa yang diinginkan, seseorang menempuh berbagai cara, baik yang legal maupun ilegal. Salah satu yang kerap terjadi adalah praktik suap yang disamarkan sebagai hadiah. Bila kita melihat lebih dalam, kedua istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan mendasar. Islam menganjurkan pemberian hadiah, tetapi dengan tegas mengharamkan suap. Lantas, bagaimana cara membedakan keduanya?

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani, risywah (suap) adalah pemberian kepada seorang hakim dengan tujuan membatalkan kebenaran atau melegalkan kezaliman.

Ibnu Katsir dalam Mishbahul Munir memiliki definisi yang lebih luas. Menurutnya, suap tidak terbatas pada hakim atau pejabat negara. Suap bisa diberikan kepada siapa pun agar ia mengambil keputusan atau melakukan sesuatu sesuai kehendak si pemberi. Beliau menulis:

الرشوة بالكسر – ما يُعطيه الشخص الحاكم وغيرة ليحكُمَ لَهُ أَو يَحْمِلُهُ عَلَى مَا يُرِيدُ

Risywah adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau selainnya agar memutuskan perkara sesuai keinginannya atau agar ia melakukan sesuatu yang diinginkannya.

Definisi ini terasa lebih syamil (komprehensif), terutama dalam menggambarkan fenomena saat ini. Suap tidak lagi terbatas pada dunia pemerintahan, tapi juga merambah ke berbagai sektor: pekerjaan, politik, hukum, bahkan pendidikan dan lingkungan akademik. Ironisnya, banyak pelaku baik pemberi suap (rasyi) maupun penerima (murtasyi) yang menyamarkannya sebagai “sekadar hadiah”. Padahal, keduanya memiliki dasar niat yang berbeda.

Di samping itu, dalam Fiqhul Manhaji, Syekh Mustafa al-Khin dan Syekh Mustafa al-Bugha menjelaskan bahwa hadiah adalah pemberian yang bertujuan menjalin kasih sayang dan kedekatan antarmanusia:

أما الهدية فالظاهر أنها تمليك لمن يرغب بالتقرب والتحبب إليه من الناس

Adapun hadiah, secara umum adalah pemberian yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri dan menunjukkan rasa kasih sayang kepada seseorang.”

Sementara Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin membedakan jenis-jenis pemberian berdasarkan motifnya. Jika untuk pahala, disebut sedekah. Jika untuk menghormati, disebut hadiah. Jika ada harapan imbalan duniawi, disebut hibah bi tsawab atau ijarah. Namun jika pemberian bertujuan agar si penerima membantu mencapai tujuan tersembunyi si pemberi, itulah suap.

Sampai di sini, mestinya jelas. Hadiah dilandasi keikhlasan karena Allah dan bertujuan mempererat ukhuwah. Sedangkan suap mengandung niat tersembunyi yang sarat manipulasi: membenarkan yang salah, meraih keuntungan pribadi, atau menekan pihak lain.

Namun muncul pertanyaan: bagaimana mengetahui motif seseorang? Bukankah niat ada di dalam hati?

Betul. Karena niat tersembunyi, kita hanya bisa menilai dari apa yang tampak. Dalam hukum pidana, Prof. Eddy Omar Syarif (Guru Besar Hukum Pidana UGM) menjelaskan bahwa perbedaan antara suap dan pemberian biasa terletak pada adanya meeting of minds. Yakni kesepakatan antara pemberi dan penerima bahwa pemberian tersebut dilakukan untuk maksud tertentu. Jika ada konsensus tersembunyi, maka itulah yang menjadi ciri khas suap.

Sebagai pelajar agama, sudah sepatutnya kita memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap persoalan yang kian marak terjadi di sekitar kita. Ilmu yang kita pelajari semestinya tidak hanya berhenti di lisan dan tulisan, tetapi meresap ke dalam jiwa dan tercermin dalam perilaku. Bukankah Nabi dengan tegas melaknat para penyuap, penerima suap, dan perantara di antara keduanya?

Jangan sampai hanya karena dorongan hawa nafsu dan ego, kita melompati batas-batas syariat dan menerjang larangan, seolah-olah tak pernah belajar sedikit pun. Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya,

ولا تشتروا بآياتي ثمنا قليلا

Janganlah kalian menjual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah.” (QS Al-Baqarah: 41)

Bukankah agama tidak layak dijadikan alat tukar demi kepentingan duniawi?

Oleh: Muhammad Valentino Saputra.
School of Islamic Sciences, Qarawiyyin University.

Ikuti kegiatan kami lewat instagram @pcinumaroko

Simak artikel terbaru kami,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *