Keajaiban Toko Kelontong Namiya

One Month One Book Fatayat NU Maroko: Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Pada sesi OMOB bulan Juli, kami membedah sebuah novel penuh makna berjudul Keajaiban Toko Kelontong Namiya karya Keigo Higashino, seorang penulis ternama asal Jepang yang lahir pada 4 Februari 1958. Higashino dikenal sebagai salah satu penulis misteri paling produktif di Jepang, dan lebih dari 20 bukunya telah diadaptasi menjadi film. Ia juga pernah menjabat sebagai Presiden ke-13 Asosiasi Penulis Misteri Jepang.

Novel ini terbagi menjadi 5 bab dan memiliki alur cerita maju-mundur, dimulai dari kisah tiga pemuda pencuri yang sedang mencari tempat persembunyian. Mereka masuk ke sebuah bangunan tua yang ternyata dulunya adalah Toko Kelontong Namiya.

Yang menarik, toko ini dahulu dikenal sebagai tempat orang-orang menaruh surat berisi masalah hidup mereka. Surat ditaruh di rolling door, dan akan dibalas secara misterius dalam kaleng susu yang diletakkan kembali di tempat yang sama. Kadang, balasan datang dengan cepat seakan ada kekuatan waktu yang bekerja diam-diam. Inilah yang disebut keajaiban toko kelontong itu.

Tokoh utama dari kisah ini adalah Kakek Namiya, sang pemilik toko. Ia bukan sekadar penjual barang kebutuhan sehari-hari, tapi juga pendengar yang bijak bagi anak-anak hingga orang dewasa yang datang berkonsultasi. Beberapa masalah yang datang kepadanya tampak sederhana, seperti “Bagaimana cara mendapatkan nilai 100 tanpa belajar?”
Namun, ada juga kisah yang lebih berat dan menyentuh hati. Salah satunya adalah cerita tentang Musisi Ikan, seseorang yang mencintai musik namun berada dalam tekanan keluarga untuk meneruskan usaha toko ikan milik orangtuanya.

Di tengah usianya yang menua dan kesehatannya yang menurun, Kakek Namiya mulai bertanya-tanya: “Apakah setiap nasihat yang ia berikan benar-benar membantu? Ataukah justru menjadi beban bagi si penerima?”

Dalam cerita, beberapa surat bahkan dibalas oleh Kakek Namiya dari “ruang waktu tengah”, sebuah metafora untuk waktu yang tidak linier. Uniknya lagi, saat toko tersebut ditemukan oleh tiga pemuda pencuri, merekalah yang justru mulai membalas surat-surat yang masuk, dan perlahan-lahan mereka pun tersentuh oleh isi dan makna dari setiap permintaan nasihat yang datang.

Setelah Kakek Namiya wafat, toko kelontong ini dilanjutkan oleh anaknya. Bertahun-tahun kemudian, toko yang sempat terbengkalai ini kembali ramai diperbincangkan di media sosial dan surat kabar. Orang-orang kembali mengenang betapa sebuah toko kecil, dengan balasan surat sederhana, telah mengubah hidup banyak orang.

Novel ini menyampaikan bahwa sebuah nasihat, kepedulian, dan kesediaan untuk mendengar, meskipun tampak sepele, bisa membawa perubahan besar dalam hidup seseorang. Kadang, yang dibutuhkan seseorang hanyalah tahu bahwa ada yang mau mendengarkan dan itulah yang dilakukan Kakek Namiya selama hidupnya.

Notulensi OMOB Fatayat NU Maroko, ditulis oleh: Nilna Zahwa Zaharah, Pelajar Institut Al-Faqih Ar-Rohouni, Kenitra.

Ikuti kegiatan kami lewat instagram @fatayatnumaroko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *