PCINU Maroko beserta PCI Fatayat NU Maroko menggelar acara Seminar International Religious Dialogue dengan membawa tema ”Islam dan Perempuan: Melawan Diskriminasi Gender di Zaman Sekarang”. Pada Hari Minggu 29 Juni dan Rabu 2 Juli via Zoom.
Acara tersebut menghadirkan berbagai tokoh narasumber yang kompeten dan otoratif, di antaranya beliau Buya Dr. (H.C.) KH. Husein Muhammad, Ning Dr. Hj. Muhim Nailul Ulya, Lc.,M.Ud., Nyai Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm, M.A. dan Dr.(H.C.) KH. Zulfa Mustofa.
Dalam menyemarakan Webinar International Religious Dialogue. PCINU Maroko dan PCI Fatayat NU Maroko juga berkolaborasi dengan beberapa media partner diantaranya PCINU JEPANG, PCINU SURIAH, PCINU TAIWAN, PCINU BELANDA, PCINU TUNISIA, PCINU MESIR, PCINU LIBYA, PCINU YAMAN, PCINU TURKI, KMNU UI, KMNU BRAWIJAYA, KMNU AIRLANGGA, NESWA.id, AISNU hingga NU ONLINE.
Seminar tersebut merupakan ikhtiar PCINU Maroko beserta PCI Fatayat NU Maroko untuk mereduksi segala bentuk diskriminasi dan ketidakadilan terhadap gender yang kian makin ramai terjadi di zaman sekarang. Dengan menyajikan ragam pembahasan terkait Isu Gender dalam berbagai prespektif mulai Tafsir Al-Qur’an, Tafsir Hadis dan lainya. Harapanya mampu membuka cakrawala wawasan baru agar lebih memahami dan memuliakan sesama manusia dengan tanpa melihat status gender.
Acara tersebut dilaksanakan dalam dua sesi, Sesi pertama digelar pada Minggu 29 Juni diawali dengan pemaparan materi dari Buya Dr. (H.C.) KH. Husein Muhammad. Dalam kesempatan tersebut beliau menyampaikan banyak sekali poin” penting diantaranya:
“Satu hal yang pasti, Tuhan tidak mungkin melakukan diskriminasi pada makhluknya. Di mata Tuhan semua manusia adalah ciptaan-Nya, dan mereka berhak mendapat hak yang sama sebagai makhluk-Nya. Jadi, untuk menghadapi teks yang kontradiktif ini kita perlu mengetahui bahwasanya di dalam Al-Qur’an ada yang namanya teks universal (آيات المحكمات) dan teks partikular (آيات المتشابهات). Teks universal adalah teks yang isinya diakui oleh seluruh dunia dan menjadi esensi Islam seperti teks keadilan dan kemaslahatan. Oleh karena itu, keputusan atau hukum apapun tidak boleh melanggar prinsip yang ada dalam teks universal tersebut atau dalam kata lain tidak boleh melanggar hak-hak asasi manusia. Sedangkan teks partikular adalah teks yang hanya menyebutkan hukum-hukum tertentu seperti ayat gender diatas الرجال قوامون على النساء , teks pembagian waris, atau teks kesaksian perempuan yang mengharuskan jumlah dua kali lipat dari laki-laki. Pada intinya, laki-laki dan perempuan adalah manusia. Sebagai manusia, mereka dianugerahi 4 potensi kemusiaan, yaitu potensi akal intelektual, potensi spiritual, potensi hasrat seksual, dan potensi energi tubuh yang sesungguhnya keempat potensi ini relatif sama antara laki-laki dan perempuan. Tergantung bagaimana mereka memanfaatkan dan memberdayakan potensi tersebut dan bagaimana kontruksi sosial memberi ruang atas potensi tersebut.”
Lalu dilanjut dengan pemaparan dari Ning Dr. Hj. Muhim Nailul Ulya, Lc.,M.Ud. Dalam kesempatan tersebut beliau berbagi wawasan mengenai bagaimana realitas sosial terhadap perempuan, di antaranya adalah isu kepemimpinan perempuan, beliau menuturkan apakah sebenarnya kita perlu sosok pemimpin perempuan? Mengapa?
Kebijakan-kebijakan hukum tetap membutuhkan perspektif perempuan yang berlandaskan pengalaman, baik pengalaman biologis maupun sosial. Dan ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki peran strategis di berbagai sektor kehidupan, seperti keluarga, sosial, politik, pendidikan, agama, ataupun ekonomi. Selama perempuan tersebut memiliki kompetensi yang mumpuni dalam hal kepemimpinan, tidak ada salahnya mereka menduduki jabatan tersebut.
Contoh nyata dalam kehidupan perempuan yang bisa kita jadikan role model adalah Ummul Mukminin Khadijah R.A yang kemapanannya sangat membantu penyebaran dakwah Nabi Muhammad saw. Begitupun Ummul Mukminin Aisyah R.A yang hampir menduduki semua sektor, terutama bidang pendidikan. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah bersabda,
“خذوا نصف دينكم من هذه الحميرة”
“Ambillah separuh ajaran agamamu dari seorang perempuan yang memiliki pipi merah ini.” Satu orang Aisyah, seorang perempuan, sudah bisa menduduki 50% agama islam.
Pada akhirnya, hal yang perlu dilakukan untuk mendukung perempuan khususnya di bidang pendidikan, baik keagamaan maupun sosial yaitu memberikan keahlian dan pembekalan kompetensi tertentu (expert power), memberikan peluang dan peran (role power), dan memberikan fasilitas untuk mewujudkan kemampuannya (resource power).
Kemudian pada sesi kedua yang digelar pada 2 juli Seminar tersebut dihadiri oleh Nyai Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm, M.A. dan Dr.(H.C.) KH. Zulfa Mustofa.
Namun Dr.(H.C.) KH. Zulfa Mustofa Tidak bisa mengikuti acara hingga akhir dikarenakan beliau ada udzur. Pada kesempatan tersebut Nyai Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm, M.A. Membahas keadilan hakiki perempuan diantara poin yang beliau bahas adalah dalam surat Al-Ahzab ayat 72:
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان إنه كان ظلوما جهولا
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung- gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya. Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya (manusia) sangat zalim lagi sangat bodoh.”
Setiap manusia, sejak lahir hingga meninggal dunia, memikul mandat dan amanat sebagai khalifah di muka bumi yang tugasnya mewujudkan kemaslahatan seluas-luasnya bagi sesama makhluk Allah. Dengan demikian, takwa adalah bentuk tauhid kepada Allah yang dibuktikan melalui komitmen nyata dalam menciptakan kemaslahatanbagi seluruh makhluk-Nya. Atau secara sederhana, takwa berarti tunduk sepenuhnya hanya kepada Allah dan melaksanakan perintah-Nya untuk menebarkan kemaslahatan. Dalam kesadaran spiritual seperti ini, setiap manusia adalah subjek penuh, tidak ada satu pun manusia yang dilahirkan dengan posisi lebih rendah dari yang lain, apalagi sebagai subjek sekunder atau bahkan objek.
Semua manusia harus diperlakukan sebagai manusia seutuhnya, yakni sebagai makhluk intelektual yang diberi akal dan makhluk spiritual yang memiliki hati nurani. Ketika manusia mampu mengaktifkan keduanya secara seimbang, maka puncak dari berislam akan terwujud, yaitu kemuliaan akhlak, dan ini menjadikan manusia sebagai bagian dari anugerah bagi alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).
Dengan prinsip bahwa semua manusia adalah subjek penuh dan utuh, maka pengalaman kemanusiaan laki-laki tidak dapat dijadikan standar tunggal bagi pengalaman kemanusiaan perempuan. Seluruh pengalaman perempuan juga harus dihargai dan direkognisi. Sebab jika diabaikan, hal ini akan berujung pada stigmatisasi perempuan, seperti dianggap sebagai sumber fitnah, dimarginalisasi, disubordinasikan, dijadikan objek kekerasan, atau dibebani peran ganda.
Sebagai contoh, dalam pengalaman biologis terkait proses memiliki anak, peran laki-laki hanya satu: mengeluarkan sperma. Sementara perempuan harus menjalani lima tahap: menstruasi setiap bulan, mengandung sembilan bulan, melahirkan, menjalani masa nifas, dan menyusui. Maka, pengalaman perempuan ini bukan hanya harus dipahami, tapi juga dihormati sebagai bagian integral dari pengalaman kemanusiaan.
Ikuti kegiatan kami lewat instagram @pcinumaroko
Baca artikel terbaru kami,