Beauty Privilege is Real: Fakta atau Hanya Persepsi?
Diskusi PCI Fatayat NU Maroko edisi kali ini bersama sahabat Indriastuti Ramadani, Lc membincang Beauty Privilege; apakah fakta ataukah persepsi belaka?
Kata beauty memiliki arti cantik, indah, dan menarik. Sedangkan kata privilege memiliki dua definisi. Pertama, privilege adalah keuntungan atau hak istimewa yang diberikan kepada individu atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Kedua, privilege adalah faktor-faktor yang menyebabkan seseorang memiliki hak istimewa, seperti ras, gender, kelas sosial, ataupun kondisi fisik. Bisa disimpulkan istilah beauty privilege adalah keuntungan yang diperoleh individu berdasarkan penampilan fisik mereka yang dianggap menarik oleh orang sekitarnya.
Tanpa disadari, beauty privilege ini sangat berdampak pada perlakuan sosial di kalangan masyarakat. Di antaranya objek beauty privilege mendapatkan perlakuan yang lebih baik, adanya diskriminasi terhadap individu yang kurang menarik, bahkan standar kecantikan menjadi tidak realistis dan kurang masuk akal.
Sebagai contoh, dapat kita amati film bioskop Imperfect (2019). Pemeran utama, yakni Rara (Jessica Mila) yang dianggap kurang menarik seringkali mendapat perlakuan diskriminatif dari orang-orang sekitarnya. Contoh nyata pun sering kita lihat dalam syarat berpenampilan menarik pada sebagian lowongan kerja.
Lantas, apakah beauty privilege sebuah fakta atau hanya persepsi?
Fenomena beauty privilege itu benar adanya dan kita tidak dapat memungkiri hal itu. Contohnya, seorang influencer yang melakukan kesalahan. Hanya karena dia mendapatkan hak istimewa berupa beauty privilege dari masyarakat sekitar, tindakan tidak senonohnya itu menjadi wajar. Begitu pula apabila ada infuencer yang mengalami KDRT, asumsi-asumsi di kalangan masyarakat sekitar akan muncul seperti, “seseorang yang cantik saja mengalami KDRT, apalagi kita yang memiliki wajah pas-pasan”. Padahal yang dimaksud menarik bukan berarti cantik, tapi berpakaian rapi, wangi, sopan, dan nyaman dipandang sudah termasuk kategori menarik. Bahkan inner beauty yang ada pada diri kita dapat terpancar dengan sendirinya ketika kita percaya diri. Begitupun sebaliknya, apabila kita insecure terhadap diri kita, maka aura yang ada pada diri kita tidak akan terpancar dan bersinar.
Perempuan yang terkontruksi melihat dirinya sebatas makhluk seksual acap terdorong untuk lebih sibuk dengan kecantikan visual daripada kecantikan intelektual dan spiritual, hanyut dalam mitos kecantikan akibat pengaruh komersial, bahkan kerap memandang sesama perempuan di bawah standar yang menurutnya ideal.
Sudah sepantasnya sesama perempuan menggaungkan statement women support women. Jangan sampai kita sendiri yang menjadi pelaku diskriminasi beauty privilege terhadap orang-orang di sekitar kita. Sebab hal tersebut tidak hanya berdampak bagi korban diskriminasi, namun pelaku dan orang-orang di sekitarnya juga akan mendapatkan dampaknya.
Untuk mereka yang sudah mendapatkan hak istimewa dari beauty privilege hendaknya menggunakan hak tersebut sebaik mungkin. Dan bagi mereka yang belum memperoleh hak itu bisa tetap menebarkan kebaikan dan nilai-nilai positif lainnya yang ada di dalam tubuh kita.
Setiap orang diciptakan dengan kondisi dan keadaan yang berbeda-beda. Tugas kita adalah mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah berikan karena Allah sendiri yang berfirman bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya dan sesungguhnya yang akan dimintai pertanggungjawaban di hari kiamat kelak adalah amal perbuatan.
Kunjungi kami di X @pcinumaroko