WEBINAR: Bahtsul Masa’il Sebagai Ruh dan Tradisi Nahdlatul Ulama

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa kehidupan manusia setiap waktunya selalu mengalami perubahan, menghadapi problematika yang bermacam-macam, semua itu akan terus berputar sampai akhir zaman. Islam dengan segala pembaharuaanya akan selalu hadir menjawab tantangan zaman tersebut sebagai bentuk relevansi dari rahmatan lil’alamin.
Mengingat realitas berjalan secara transformatif dan evolutif maka syariat Islam harus dipahami secara kontekstual sehingga akan memunculkan pemahaman yang transformatif dan tentunya relevan seiring dengan problematika yang ada dan tidak akan memunculkan sikap dogmatis dan normatif dari masyarakat, yaitu dengan melalui kajian Bahtsul Masa’il.
Bahtsul Masa’il adalah metode penggalian dan pengambilan hukum (istinbath) untuk memecahkan beberapa masalah baik berupa masalah waqi’iyah maupun maudhui’yah. Bahtsul Masa’il yang merupakan ruh dari Nahdlatul Ulama bisa dikatakan bahwa keduanya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Dari waktu ke waktu Nahdlatul Ulama selalu hadir dengan kajian Bahtsul Masa’ilnya sebagai jawaban dari problematika yang dihadapi oleh umat.
Berdasarkan hal-hal di atas, NU Maroko melalui Lembaga Kajian dan Pengembagan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) kembali mengadakan webinar via zoom meeting dan siaran langsung kanal youtube PCINU Maroko dan bekerjasama dengan kanal youtube NU Online, pada hari Rabu (9/12). Tema yang diangkat adalah: “Bahtsul Masa’il: Ruh dan Tradisi NU Sebagai Solusi Problematika Umat.”
Webinar ini menghadirkan dua narasumber berkompeten di dunia Bahtsul Masa’il, yaitu KH. Zulfa Musthofa MY, beliau merupakan Katib Syuriyah PBNU dan Ketua LBMNU Periode 2010-2015 dan Dr. Ayman Al-Akiti, beliau merupakan alumni Pondok Pesantren Kencong Pare, Kediri, beliau aktif di forum-forum Bahtsul Masa’il dan menjadi perumus tetap Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP). Saat ini Dr. Ayman adalah seorang dosen di Internasional Islamic University Malaysia (IIUM) dan ketua LBMNU Malaysia. Webinar diikuti oleh ratusan peserta baik dari warga Nahdliyin di Maroko, Indonesia, Malaysia dan juga perwakilan PCINU dari negara lain.

Saudara Hanif Hidayatullah sebagai moderator membacakan runtutan acara yang dimulai dengan pembukaan, pembacaan ayat suci Al qur’an lalu dilanjutkan dengan sambutan-sambutan.
Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Tanfidziyah PCINU Maroko, saudara Muhammad Aly Ridlo dengan mengingatkan kita kembali bahwa Bahtsul Masa’il merupakan ruh Nahdlatul Ulama yang harus selalu kita jaga kelestariannya. Bahtsul Masa’il menjadi berbeda dari musyawarah-musyawarah lain karena melalu proses yang tidak singkat, melalui kajian, penelitian, diskusi dengan para senior dengan merujuk pada kitab-kitab mu’tabarah sehingga tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman yang membuat hidup semakin jauh lebih mudah, membuat generasi sekarang cenderung menyukai hal-hal yang bersifat instan, tidak terkecuali dalam pencarian hukum dalam suatu permasalahan, sehingga membuat generasi muda saat ini agak gegabah dan asal-asalan dalam hal tersebut, juga perlahan mereka mulai melupakan tradisi ilmiah Nahdatul Ulama dalam pencarian hukum dari sebuah permasalahan. Maka dari itu, sangat penting bagi generasi muda NU untuk kembali menumbuhkan semangat ber-Bahstul Masa’il.
Sambutan kedua disampaikan oleh Rais Syuriah PCINU Maroko, H. Muhammad Elvin Fajri Rahmika, Lc. Beliau menyampaikan bahwa para santri, khususnya para pelajar di Maroko sudah mulai menjauh dari Bahtsul Masa’il. Diharapkan dengan diadakannya acara webinar kali ini dapat menjembatani mereka untuk lebih memahami tentang apa itu Bahtsul Masa’il, urgensi dan metodologinya karena ilmu yang akan didapatkan dari Bahtsul Masa’il tidak hanya dipraktikkan dalam dunia Bahtsul Masa’il saja namun juga dapat digunakan dalam dunia penelitian dan lain sebagainya.
Webinar kali ini juga disambut dengan sangat baik oleh Duta Besar Republik Indonesia di Maroko, Bapak Drs. H. Hasrul Azwar M.M yang mengatakan bahwa tema yang diangkat sudah sangat tepat. Dalam kehidupan sosial dan beragama yang terus berkembang akan selalu memunculkan hal-hal atau permasalahan baru yang tidak semuanya terdapat dalil yang sudah jelas hukumnya di dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah (qothi’yyutstsubut) sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam dalam menentukan hukum dari permasalahan tersebut. Karena mau tidak mau, sesuatu itu harus dijawab oleh Islam, karena Islam sesuai dengan akal dan sesuai dengan perkembangan zaman. Laa diina liman laa ‘aqla lah. Bahtsul Masa’il sangat memerlukan ketajaman pemahaman yang mana disini peran akal sangat diperlukan. Harus ada penilitian yang mendalam dengan maraji’ (rujukan) yang jelas pula.
Narasumber pertama, Kiai Zulfa memulai pemaparannya dengan ungkapan guyonan yang sangat terkenal di kalangan Ulama NU, “NU boleh tidak ada, tapi Bahtsul Masa’il harus tetap jalan.” Maksudnya, boleh tidak ada cabang atau apapun. Kalau misalnya cabang NU ada di Maroko namun tidak ada Bahtsul Masa’ilnya, berarti tidak ada PCINU disitu. Tutur beliau menjelaskan urgensi dari Bahtsul Masa’il ini.
Bahtsul Masa’il merupakan istilah khas NU dan juga sarana agar umat bisa lebih dekat dengan Ulama. Bahtsul Masa’il sendiri mirip dengan fatwa kalau melihat dari istilahnya yaitu bayaanu hukmil masa’alah liman sa’ala ‘anhu (menjelaskan hukum dari suatu permasalahan). Namun kenapa hasil dari Bahtsul Masa’il tidak dinamai dengan “Fatwa Ulama” namun hanya disebut sebagai “Hasil Bahtsul Masa’il” saja? Hal itu dikarenakan ketawadhu’an para ulama NU karena menurut beliau-beliau menjadi seorang mufti tidak bisa sembarangan, dibutuhkan kualifikasi yang tidak mudah.
Berlanjut ke penjelasan seputar topik utama. Bahtsul Masa’il sendiri terbagi menjadi 3 jenis. Pertama, ada kalanya bersifat responsif. Artinya merespon pertanyaan atau membahas permasalahan yang dipertanyakan oleh umat. Kedua, bersifat pro-aktif. Artinya merespon masalah baru yang muncul walaupun tidak ada yang menanyakan. Yang ketiga, Bahtsul Masa’il ada kalanya menjelaskan permasalahan yang kemungkinan besar terjadi.
Kemudian, beliau juga menjelaskan kekurangan dari Bahtsul Masa’il, diantaranya adalah seringkali tidak menyebutkan metodologi pengambilan hukum atau manhajul istinbath guna memudahkan umat dalam memahami hukum. Namun, seharusnya keputusan Bahtsul Masa’il dibuat menjadi dua, satu untuk umat awam yang menjelaskan hasilnya saja, dan yang satunya ditulis dalam sebuah buku dengan penjabaran yang lebih panjang agar para santri, generasi penerus dapat mengambil manfaat dari risalah atau proses Bahtsul Masa’il tersebut.
Juga seringkali terjadi kekeliruan dalam tahqiqul manath (menganalisis suatu permasalahan). Sebagai contoh, dulu para Ulama mengadakan i’adatunnadzar (peninjauan kembali) yang menganggap kepiting haram karena disebut sebagai hewan yang hidup di dua alam. Namun belakangan, sektor kepiting memberi penjelasan bahwa kepiting merupakan hewan air yang membawa air ke darat dan ketika air simpanan tersebut habis, ia akan mati. Maka berdasarkan kejadian ini, dalam Bahtsul Masa’il perlu menghadirkan ahli yang menguasai bidang permasalahan yang sedang dibahas sehingga akan terhindar dari kesalahan dalam menentukan akar permasalahan. Karena jika tahqiqul manath-nya salah, bisa jadi menghasilkan kesimpulan hukum yang kurang tepat.
Dilanjutkan pemaparan dari narasumber kedua, yaitu Dr. Ayman Al-Akiti. Beliau sedikit menyinggung tentang sejarah dan asal usul Bahtsul Masa’il di Indonesia dan juga di Malaysia yang dikenal dengan Mudzakarah Ulama Malaya.
Beliau menyebutkan bahwa Bahtsul Masa’il merupakan forum ilmiah yang terbuka dan transparan dan juga merupakan program Ulama Nusantara untuk melakukan istinbath hukum guna membahas permasalahan-permasalahan kontemporer dan menjawabnya menurut pemikiran-pemikiran Ulama Islam yang membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam juga sebagai media pengkaderan para santri untuk mempersiapkan mereka agar mampu menghadapi tantangan di masa mendatang.
Selama mengenyam pendidikan jenjang magister dan doktoral di Maroko, beliau sangat aktif di bidang Bahtsul Masa’il. Bahtsul Masa’il benar-benar hidup di Maroko pada tahun 2015 dan dua tahun setelahnya. Tercatat telah terlaksana sebanyak enam kali Bahtsul Masa’il diantaranya membahas tentang jual beli online, hukum mengucapkan selamat natal bagi seorang muslim, dan fenomena tarawih cepat yang marak diperdebatkan di Indonesia.
Kemudian, acara selanjutnya adalah dialog tanya jawab dari para peserta yang hadir baik melalui zoom maupun yang menyimak melalui live youtube. Terakhir, acara ditutup dengan doa yang dipimpin oleh Kiai Zulfa.
Kontributor: Lakpesdam NU Maroko 20-22
Editor: Irma M. Jannah