Berita Acara Diskusi: Mengenang Kembali Gus Dur Sang Guru Bangsa; Antara Nasionalisme dan Agama

Salah satu agenda yang termasuk dalam rangkaian acara peringatan Haul Gus Dur ke-11  adalah Diskusi dan Tahlil di berbagai kota tempat para nahdliyin Maroko tinggal; diantaranya kota Rabat, Kenitra, Tangier, Tetouan, El-Aioun dan Cassablanca. Acara dilaksankan pada (31/12) mulai pukul 20.00 waktu Maroko sampai selesai. Para nahdlyin terlihat sangat antusias dalam mengikuti setiap sesi acara, terutama saat sesi acara diskusi. Berikut merupakan rangkuman hasil diskusi para nahdliyin Maroko dari beberapa kota yang membahas tema utama “Mengenang Kembali Gus Dur Sang Guru Bangsa; Antara Nasionalisme dan Agama.”

Dokumentasi acara diskusi di kota Rabat, Maroko.

Hasil diskusi pertama yang akan kita bahas adalah hasil diskusi kota Tetouan yang dimoderatori oleh Sdr. Subhan Ghozaly, Lc. dan Sdr. Sibli Nasrulloh, Lc. sebagai narasumber utama. Beberapa poin yang perlu dicatat dari hasil diskusi diantaranya:

  • Gus Dur adalah contoh nyata dari bait ‘Alala dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, beliau memenuhi keseluruhan syarat dari bait tersebut, mulai dari cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk ustaz, dan waktu yang lama.
  • Gus Dur punya pemikiran lain terhadap “Kulliyatul Khoms” dalam buku “Samudera Kezuhudan Gus Dur” karya Buya Husein Muhammad, contohnya hifzu din, kita mengartikannya sebagai ajakan agar selalu menjaga keimanan dan tidak sampai murtad. Sedangkan Gus Dur berpendapat bahwa justru kita yang seharusnya menjaga agama selain Islam agar tidak tertindas. Contoh lainnya seperti hifzu Aql, beliau berpendapat bahwa kita seharusnya bebas berpikir agar tahu antara kebenaran dan kekeliruan.
  • Sempat tersebar buku tentang 9 alasan kiai tidak bersama Gus Dur di pesantren-pesantren di Jawa. Dantara alas an-alasan tersebut adalah karena pemikiran beliau yang dianggap liberal, padahal hanya pemikiran kita lah yang belum sampai ke sana. Contohnya lokalisasi PSK, Gus Dur melakukan itu bukan berarti baliau setuju dengan adanya PSK, melainkan agar PSK itu tidak bertebaran, ibarat kalau buang air tentunya harus di WC. Contoh lain seperti menghapus TAP MPR tentang pelarangan PKI, banyak yang kontra dengan keputusan tersebut, namun sebenarnya alasan beliau melakukan itu sudah benar karena atas dasar rekonsiliasi dan menekankan bahwa negara melindungi semua elemen bangsa yang ada, termasuk PKI.

Hasil diskusi kedua adalah hasil diskusi kota Tangier yang dimoderatori oleh Sdr. Muhammad Arief Arafat dan Sdr. Tharekh Era Elraisy sebagai narasumber utama. Beberapa poin yang perlu dicatat dari hasil diskusi diantaranya:

  • Nahdlatul Ulama yang awalnya hanya sebuah organisasi kemasyarakatan mulai merambah dunia politik dengan bergabung di Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) pada masa prakemerdekaan. Kemudian keluar dari Masyumi dan menjadi partai sendiri untuk mengikuti PEMILU tahun 1955. Dengan ikutnya NU sebagai kontestan di PEMILU tersebut menandakan bahwa kalangan nahdliyin tidak boleh tertinggal dalam berpolitik.
  • NU memutuskan untuk kembali ke khittah 1926 pada Munas ke-86 pada tahun 1983. Lalu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Ketua Umum PBNU pada 1984 sampai tiga periode. Kemudian beliau mendirikan PKB pada tahun 1998, yang menandakan bahwa NU tidak berhenti untuk terus peduli pada perpolitikan Indonesia walaupun sudah kembali sebagai ormas biasa.
  • Sampai saat ini, NU terus mewarnai dunia politik di Indonesia dengan tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai organisasi kemasyarakatan. Walaupun begitu, NU tidak membatasi ataupun mengekang anggotanya untuk bersimpati pada satu partai saja, tetapi membebaskan bahkan anggotanya saling bersaing dalam kontestasi politik di Indonesia.
  • Kita sebagai kader NU jangan sampai menutup mata pada dunia politik. Kita harus sadar akan pentingnya berpolitik untuk Indonesia yang lebih baik.

Hasil diskusi ketiga adalah hasil diskusi kota Kenitra yang dimoderatori oleh Sdr. M. Mahdy Dzul Fadhol dan Sdr. Noer Shoim sebagai narasumber utama. Beberapa poin penting yang perlu kita ingat diantaranya:

  • K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah sosok yang dikenal dengan berbagai sifat dan sikap khas, salah satunya adalah sikap toleran. Contohnya dalam permasalahan agama, toleransi beliau terhadap agama minoritas di Indonesia sangatlah jelas, salah satu bentuk toleransi beliau dalam hal ini adalah adanya kebijakan penghapusan pelarangan peringatan Imlek dan atribut Tionghoa. Bahkan hal ini yang membuat Gus Dur di juluki “bapaknya Tionghoa”. Semboyan Gus Dur yang masih selalu kita ingat: “Indonesia bukan negara agama, tapi negara beragama”.
  • Kebijakan Gus Dur lainnya yang masih terigat dengan jelas  adalah ketika Gus Dur meliburkan bulan ramadlan secara penuh dan hal itu belum pernah terjadi sebelumnya.
  • Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang humoris, dan tak jarang humor-humor  beliau sebenarnya mempunyai makna penting yang tersirat. Seperti perkataan Gus Dur ketika ada orang yang tanya kepada beliau “kenapa njenengan sangat suka ziarah kubur?” Beliau menjawab “urusan sama orang hidup itu ruwet, mending sowan dengan orang mati”
  • Masa jabatan Gus Dur dihiasi pencapaian-pencapaian yang baru dirasakan zaman ini. Terlepas beliau mempunyai karomah, Allahu a’lam. Telah terbukti bahwasannya Gus Dur jatuh dari kursi kepemimpinan karena memperjuangkan kebenaran sendirian. Nah, dari sini kita bisa mengambil hikmah bahwa membersihkan atau memperbaiki suatu negara itu harus diselesaikan oleh secara bersma-sama oleh kita semua, tidak bisa hanya dari satu tangan atau satu kepala. Karena yang memiliki Negara Indonesia adalah kita semua, yang tinggal dan lahir di Negara Indonesia adalah kita semua.

Hasil diskusi selanjutnya yang akan kita bahas adalah hasil diskusi kota Rabat yang dimoderatori oleh Sdr. Abdul Hadi Ismail dan Sdr. Iqbal Manshury, Lc. sebagai narasumber utama. Beberapa poin yang perlu kita catat dari hasil diskusi tersebut diantaranya:

  • Gus Dur adalah salah satu tokoh yang kita kenal dengan banyak julukan seperti Bapak Pluralisme, Bapak Nasionalisme, Guru Bangsa dan Sosok Wali.
  • Dari segi prularisme; prularisme beragama.Gus Dur sangat mengharagai adanya prularisme beragama di Indonesia. Meskipun Islam menjadi agama mayoritas masyarakat Indoneisa, beliau tidak menafikan keberadaan agama-agama minoritas, agama Kong Hu Chu misalnya, Gus Dur sampai memberikan kebijakan untuk menetapkan hari raya bagi para pemuluk agama Kong Hu Chu sendiri.
  • Dari segi nasionalisme; beliau juga sosok yang sangat demokratis dan peduli kemanusiaan, hal ini terlihat dari bagaimana beliau sangat menjunjung tinggi berdirinya demokrasi di Indonesia dan hak-hak setiap rakyat Indonesia.
  • Dur telah mencetuskan terwujudnya “ pribumisasi Islam” bukan “islamisasi pribumi” sehingga Indonesia sebagai negara yang amat kaya akan tradisi budaya tidak kehilangan kekayaan tersebut meskipun Islam telah datang di bumi Indonesia. Bahkan justru Islam yang ada di Indonesia bisa bercampur dan menyatu dengan tradisi Indonesia tanpa menimbulkan suatu konflik atau perpecahan diantara masyarakat.
  • Salah satu jargon Gus Dur yang sudah tidak asing bagi kita “gitu aja kok repot”. Kalimat sederhana ini memiliki makna penting, bahwa dalam menghadapi sesuatu ataupun permasalahan kita harus mengutamakan pikiran yang tenang dan cermat, bukan dengan pikiran yang berlebihan atau mutasyaddid.
  • Tolak ukur keberhasilan seorang tokoh dimata Gus Dur adalah ketika ijtihad tokoh tersebut dapat memberikan pengaruh dan manfaat bagi masyarakat luas. Meskipun Gus Dur merupakan salah satu tokoh yang banyak menimbulkan pro-kontra diantara masyarakat, justru dengan adanya dua kubu yang memiliki pemikiran atau pandangan bersebrangan terhadap sosok Gus Dur banyak orang yang ingin menggali dan mempelajari berbagai khazanah yang berkaitan dengan beliau.

Demikian beberapa hasil diskusi yang telah terlaksana sebagai salah satu agenda rangkaian acara Haul Gus Dur ke-11. Semoga dengan adanya diskusi dan disajikannya beberapa poin diatas kita bisa lebih mengambil hikmah dan pelajaran yang berkaitan dengan Gus Dur selama 69 tahun masa hidupnya. Dan yang terpenting, mari kita sebagai orang Islam dan masyarakat Indonesia meneladani bersama, meneruskan, menjaga dan mengembangkan lagi apa yang telah beliau perjuangkan untuk Islam dan Indonesia.

Kontributor: Tim notulensi acara

Editor: Irma M. Jannah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *