Webinar Memperingati Haul Gus Dur ke-12; Meneladani Gus Dur Sang Guru Bangsa: Toleransi dan Kebudayaan adalah Ciri Dasar Kemanusiaan

Dalam rangka memperingati haul Gus Dur yang ke-12, PCINU Maroko berprakarsa menyelenggarakan Webinar dengan tema Meneladani Gus Dur Sang Guru Bangsa:Toleransi dan Kebudayaan adalah Ciri Dasar Kemanusiaan, per hari Kamis, 6 Januari 2022 via zoom meeting, dan live streaming  di youtube PCINU Maroko.

Webinar kali ini, PCINU Maroko mengundang tokoh-tokoh besar dan dekat dengan Gus Dur, yaitu Ibu Alissa Wahid (Founder dan Koordinator Nasional Komunitas Gusdurian Indonesia) dan Ibu Hindun Anisah (Pengasuh Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Bangsri, Jepara). Sayangnya, Ibu Hindun berhalangan hadir karena sakit, dan digantikan dengan Mbak Muhim Nailul Ulya (Gusdurian Jakarta dan Perawat Nilai-nilai Gus Dur).

Untuk membedakan webinar pada umumnya, dengan webinar memperingati haul Gus Dur, acara ini dimulai dengan bacaan yasin dan tahlil setengah jam sebelum acara webinar dimulai. Lalu, moderator mengambil alih dan membacakan rangkaian webinar yang terdiri dari pembacaan ayat suci al-Quran, sambutan-sambutan, acara puncak, tanya jawab, dan ditutupp dengan pembacaan do’a.

Setelah sampai ke acara inti, Ibu Alissa Wahid memberi hidangan pembuka berupa hakikat haul Gus Dur sebenarnya.

“Haul Gus Dur, bukan sekadar ruang memuja-muji beliau, karena beliau sendiri tidak suka dipuja-puji, beliau sukanya ditertawakan dan menertawakan diri sendiri dalam rangka menjaga kewarasan dan dan sikap rendah diri. Haul Gus Dur juga seharusnya digunakan sebagai kesempatan mengambil pelajaran-pelajaran yang beliau perjuangkan dan kita bisa menerapkannya di masa sekarang,” ungkap putri pertama Gus Dur itu.

Beliau kemudian menjelaskan bagaimana Gusdur bergerak dalam memperjuangkan nilai-nilai yang dia pegang, dalam pergerakannya terdapat 4 gelombang.

Pertama adalah Islam, di mana beliau berusaha mengembalikan NU ke khittah asalnya yaitu organisasi kemasyarakatan, lalu beliau mulai bergerak ke sektor Islam di Indonesia dan secara umum, di sini lah beliau mulai dikenal sebagai cendekiawan muslim. Gelombang kedua, adalah strategi kebudayaan, jejak beliau masih ada di beberapa oraganisasi masyarakat sipil seperti LBH, Walhi, dan lainnya. Yang ketiga adalah Negara dan politik, di mana beliau membangun forum demokrasi dan mengambil berbagai kebijakan sebagai presiden. Dan yang terakhir, adalah kemanusiaan.

Dan dalam pembetukan gelombang tadi, maka diperlukan sumber yang menjadi sebab adanya riak dan gelombang, Ibu Alissa menyebutnya sebagai prinsip utama yang dipegang Gus Dur adalah Ketauhidan, yang mana tidak berhenti pada ibadah ritualistik belaka, tapi diwujudkan dalam berbagai prinsip dalam merespon segala sesuatu.

“yaitu nilai kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan dari ketertidasan, persaudaraan, kesederhanaan, kekesatryaan, dan kearifan lokal,” kata Ibu Alissa Wahid.


Nilai-nilai yang selalu dipegang Gus Dur dalam menyikapi segala sesuatu, termasuk toleransi.

Beralih pada pembicara kedua, yaitu Mbak Muhim Nailul Ulya, beliau banyak memberikan pengetahuan yang perlu kita catat, terkhusus dalam hal kebudayaan.

“Bahwa Agama dan kebudayaan adalah dua entitas yang berbeda, tapi tidak saling bertentangan dan juga tidak saling mendominasi satu sama lain, artinya keduanya ini berjalan beriringan, seperti halnya al-Quran yang turun di jazirah Arab yang memiliki asbabun Nuzul, atau latar belakang historis, artinya Quran tidak turun dengan kondisi hampa kultural,” jelas Mbak Muhim.

Sehingga kebudayaan sangat perlu diperhatikan dalam khususnya strategi metodologi dakwah di Indonesia dan dalam mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin, begitu pun Gus Dur, beliau tidak hanya berkecimpung dengan politisi atau pengurus NU saja, tapi beliau juga bergerak bersama para seniman dan budayawan.

Tidak hanya itu, Mbak muhim kemudian memaparkan gagasan kebudayaan yang dibawa Gus Dur, yaitu pribumisasi Islam sebagai metodologi dakwah Islam di Indonesia.

“yang dimaksud dengan pribumisasi Islam, bukan seperti mengkotak-kotakkan ras, tapi nilai-nilai Islamnya hidup, bukan Islam secara formalistik tapi juga substantif,” lengkap beliau.

Unsur-unsur dalam pribumisasi Islam yang dibawa Gus Dur

Pembicaraan beliau kemudian diakhiri dengan penjelasan beberapa tantangan yang selalu dihadapi, ketika hal-hal seperti keadilan, toleransi, dan kebudayaan ditegakkan.

“ada banyak tantangan yang kita hadapi ketika memperjuangkan toleransi dan kebudayaan, di antaranya diskriminasi, eksploitasi kemanusiaan, kekerasan, dan dehumanisasi, khususnya kekerasan yang sedang marak terjadi di lembaga pendidikan Islam, sehingga ini menjadi tantangan kita bersama (sebagai santri) untuk mencegah hal ini terjadi di lingkungan kita masing-masing,” lengkap seseorang yang pernah mengalap ilmu di Maroko itu.

Webinar ini kemudian berlanjut ke sesi tanya-jawab dan keseluruhan sesi webinar telah diabadikan di kanal Youtube PCINU Maroko, diharapkan dengan pengetahuan dan wawasan baru yang sudah diraup dari webinar bisa membuat para santri dan pelajar khususnya dan masayarakat secara umum, untuk meneruskan dan memperjuangkan kembali nilai-nilai yang dibawa Gus Dur, lebih lagi dalam bidang toleransi dan kebudayaan.

Dokumentasi Video Klik Link Berikut:

Kanal YouTube PCINU Maroko

Kontributor: Hanif Hidayatullah; Anggota LAKPESDAM NU Maroko 20′-22′

Editor: Irma M Jannah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *