WEBINAR HARLAH NU KE -98 PCINU MAROKO & PCINNU TUNISIA Membumikan Nilai-Nilai Islam Nusantara di Timur Tengah

Dalam rangka memperingati hari lahir Nahdlatul Ulama ke-98 yang jatuh pada 16 Rajab 1442 H, PCINU Maroko bersama dengan PCINU Tunisia berinisiatif mengadakan webinar dengan tema “Membumikan Nilai-Nilai Islam Nusantara di Timur Tengah”. Webinar disiarkan via zoom meeting dan live streaming youtube kanal PCINU Maroko, PCINU Tunisia dan NU Channel. Antusias pemirsa terlihat sangat besar menyambut dan meramaikan webinar kali ini. MC membuka acara dengan memimpin pembacaan surat Al-Fatihah, lalu dilanjutkan dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an oleh Sdri. Izzatul Muslimah.

Dalam sambutannya, Ahmad Tamimi selaku Ketua Tanfidziyah PCINU Tunisia menekankan bahwa tema seperti ini sangat cocok bagi mahasiswa-mahasiswa di timur tengah khususnya, untuk menangkal pemikiran-pemikiran radikal. Sdr. M. Ali Ridho, Ketua PCINU Maroko, juga menambahkan, bahwa Islam Nusantara merupakan antitesis dari citra Islam yang tampil di dunia arab karena telah mengalami pribumisasi, sehingga sesuai dengan kepribadian dan jatidiri bangsa Indonesia yang terkenal berkarakter ramah.
Hal ini berbeda dengan perspektif negatif yang melekat pada Islam di Arab. “Diharapkan dengan adanya webinar ini, mahasiswa NU di timur tengah khususnya, dan seluruh dunia umumnya, bisa turut menyebarkan paham ini.” Pungkasnya.
Kemudian moderator membuka webinar dengan memberikan sedikit premis tentang adanya webinar ini, juga mengenalkan para narasumber. “Islam Nusantara sejatinya adalah sebuah konsep pemahaman Islam yang dipraktekkan di nusantara, yang mengedepankan nilai-nilai Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Tegasnya.
KH. A. Nadhif Abdul Mujib dalam pemaparan materinya mengungkapkan, “definisi Islam Nusantara secara ilmiah sendiri belum ditentukan pada muktamar baru-baru ini. Saya khawatir webinar kali ini akan menjebak kita dalam hal yang belum diselesaikan pada muktamar tersebut.” Gus Nadhif, sapaan akrab beliau, berharap Islam Nusantara itu tetap sebagai sesuatu yang “wa anna haadza shiraathii mustaqiimaa”, sehingga tidak perlu hanya dibatasi dengan pengertian-pengertian. “Islam yang indah, yang terlihat saat ini, memang berada di Nusantara.” Ujar beliau.
Beliau, yang merupakan alumni Universitas al-Azhar, bercerita tentang dialog beliau dengan beberapa aparat keamanan negara, “gus, kenapa tidak pernah muncul teroris dari kalangan NU? Padahal para santri sudah mengkaji kitab jihad dari usia muda. Saya menjawab, bahwa kajian-kajian di pesantren itu mutakaamil, komprehensif. Sehingga ketika kita mengkaji suatu tema, jihad misalnya, kita betul-betul paham dengan apa esensi dari jihad tersebut. Berbeda dari kelompok-kelompok lain yang menganggap Islam kaaffah itu dari penampilan luarnya saja. “Bahkan pernah pada tahun 2015, beberapa ulama Mesir datang ke Indonesia untuk belajar Islam di Indonesia. “Saya yakin jika kajian-kajian ke-Islaman di Timur Tengah semakin komprehensif, maka islamophobia akan memudar dengan sendirinya.” Tandasnya.
Kemudian KH. Zuhairi Misrawi, yang juga seorang alumni Universitas al-Azhar, membuka pemaparan materinya dengan menegaskan bahwa PCINU di timur tengah tidak hanya menyerap pemikiran-pemikiran dari sana, tetapi juga mentransformasikan pemikiran-pemikiran Indonesia di sana. Karena Islam Nusantara ini merupakan gagasan yang luar biasa, yang dalam sejarahnya, paradigma Islam Nusantara adalah paradigma Islam yang kaaffah.
Sejak HadrotussyekhKH. Hasyim Asy’ari merumuskan Ahlussunnah dalam konteks akidah, fiqh, dan tasawuf dalam kitabnya Risalah Ahlissunnah wal Jamaah, pemikiran ini terus bertransformasi. “Islam Nusantara tidak hanya menjadi pemikiran keagamaan, tetapi juga dirumuskan sebagai fikrah wathaniyah atau pemikiran nasionalisme, dan fikrah ta’addudiyah atau pemikiran kebhinekaan.” Ungkapnya.
Pemikiran ini tentunya menjadi suatu khas dari bangsa Indonesia dalam konteks kebangsaan di Indoesia saat ini. “Seharusnya teman-teman PCINU Maroko dan Tunisia juga mendalami pemikiran-pemikiran ini.” Kata Gus Mis, sapaan akrab KH. Zuhairi Misrawi. Islam Nusantara secara paradigmatik menjadikan kita bisa berperan dan diterima di mana saja. “Kalau tidak dalam lingkup Islam Nusantara, yang dengan fikrah ta’addudiyahnya, maka tidak akan terjadi seperti itu.” Lanjutnya. Karena Islam Nusantara ini punya dasar-dasar yang kuat, baik naqli maupun ‘aqli.
Lalu dalam mentransformasikan pemikiran-pemikiran NU agar bisa mengubah dunia, sudah saatnya tulisan-tulisan para ulama nusantara diterjemahkan ke berbagai bahasa. Banyak hal dalam pemikiran-pemikiran NU yang perlu ditransformasikan ke seluruh dunia. “Saya harap teman-teman mahasiswa di Tunisa dan Maroko bisa menulis karya ilmiah dalam bahasa arab tentang pemikiran-pemikiran NU.” Pungkasnya.
Memasuki sesi tanya-jawab, seorang peserta menanyakan tentang korelasi antara fiqh sosial nya Mbah Sahal dengan Islam Nusantara dan aplikasinya. Gus Nadhif menjawab, “fiqh sosial sendiri bisa menjadi suatu kesatuan dengan Islam Nusantara, dan bisa diaplikasikan pada segala ranah.” Lalu ada pertanyaan bagaimana cara pengaplikasian Islam Nusantara yang tepat di timur tengah.
Pada kesempatan ini Gus Mis mengungkapkan, “pengaplikasian itu harus meniscayakan social discuss atau khithab ijtima’i. Dan untuk menjadi pembicaraan publik, pemikiran Islam Nusantara harus diterjemahkan ke berbagai bahasa. Setelah menjadi wacana publik, hal ini akan menjadi teoritisasi realitas. Bayangkan kalau fiqh sosialnya Mbah Sahal diterjemahkan ke berbagai bahasa, pasti akan luar biasa. Karena kita sering melupakan khazanah-khazanah nusantara sedangkan kita mengagungkan hal-hal yang datang dari timur tengah.”
Acara kemudian berlanjut ke sesi foto bersama, lalu pembacaan doa oleh KH. Ahmad Nadhif Abdul Mujib dan ditutup oleh MC dengan membaca tahmid bersama sebagai penutup. Untuk teman-teman yang masih penasaran bagaimana pendalaman para narasumber dalam menyampaikan materi dan keseruan suasana keilmuan selama webinar berlangsung, bisa disimak di vidio berikut:
Kontributor: LAKPESDAM NU Maroko 20-22
Editor: Irma M. Jannah