WEBINAR BEDAH BUKU; “Menjerat Gus Dur” Karya Virdika Rizki Utama

“Adanya buku ini bukan sebagai momen balas dendam, namun untuk memberikan keadilan sejarah bagi Gus Dur.”
Alissa Wahid; Putri KH. Abdurrohman Wahid
Dalam rangka memperingati Haul Gus Dur yang ke-11, PCINU Maroko mengadakan serangkaian kegiatan. Diantaranya, khataman Al-Qur’an, webinar bedah buku serta diskusi dan tahlil di berbagai kota yang ada di Maroko. Seperti Rabat, Tangier, Kenitra, Tetouan dan lainnya.
Melalui Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM), PCINU Maroko mengadakan Webinar Bedah Buku dengan memilih buku berjudul “Menjerat Gus Dur” karya Virdika Rizki Utama untuk dibedah pada hari Rabu (30/12).
Webinar ini menghadirkan pembicara KH. Abdullah Aniq Nawawi, Lc., M.A. dan dimoderatori oleh Gus Izzul Millah, Lc. Acara diselenggarakan secara virtual melalui zoom meeting dan disiarkan langsung di kanal youtube PCINU Maroko. Di antara ratusan peserta virtual yang ikut berpartisipasi, hadir pula penulis buku tersebut; Bang Virdika.
Acara dibuka dengan beberapa sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Tanfidziyah PCINU Maroko, Gus Ali Ridlo. Beliau menuturkan bahwa mengenai sosok Gus Dur tidak akan ada habisnya untuk diperbincagkan. Mulai dari intelektualitas, humor, serta nilai humanisme yang diajarkan, sampai menjadi tokoh yang sangat fenomenal pada zamannya yang tidak akan bisa lepas dari perjalanan bangsa Indonesia menuju babak baru reformasi. Gus Dur memberikan banyak sekali hikmah, keteladanan bagi kita semuanya.
Berbicara tentang buku “Menjerat Gus Dur”, buku ini kurang lebih membahas tentang fakta-fakta sejarah yang otentik tentang konspirasi politik dalam proses pemakzulan Gus Dur kala itu. Walaupun demikian – tambah beliau – hadirnya buku ini bukan menjadi momen untuk menghakimi mereka yang terlibat dalam proses tersebut. Namun, memberikan semangat baru baik untuk seluruh pecinta Gus Dur maupun masyarakat secara umum.
Sambutan berikutnya dari Rais Syuriah PCINU Maroko yang diwakili oleh saudara Ahmad Sri Bintang, Lc. Beliau menyampaikan bahwa acara seperti ini semoga bisa mendorong semangat kita untuk selalu mengikuti dan menyelami pemikiran-pemikiran Gus Dur, bagaimana cara Gus Dur ber-muamalah, bertoleransi, dan dalam menghargai perbedaan.
Selanjutnya, masuk ke acara inti, yaitu bedah buku. Pemateri memulai pemaparannya dengan pendahuluan yang menjabarkan tentang kerangka mengapa Gus Dur dijatuhkan. Bahwa tidak ada proses peralihan kepemimpinan secara demokratis di Indonesia hingga awal abad ke-21.
Sebuah pemerintahan dapat mengalami dekadensi legitimasi sebab tiga hal; politik, ekonomi serta moral. Mulai dari Presiden Soekarno yang menjadikan politik sebagai panglima, dianggap diktator, hingga terjadi inflasi dalam bidang ekonomi yang sangat besar. Sampai pada puncaknya ketika pidato nawaskara ditolak dan menjadi titik berakhirnya masa kepemimpinan Bung Karno.
Pada masa pemerintahan Soeharto, dengan oligarki dan otoritarianisme yang bercokol sehingga demokrasi tidak terjadi. Dalam bidang ekonomi, pembangunan tidak merata dan terjadinya krisis moneter, KKN yang menjamur, aparat semakin represif serta terjadi banyak pelanggaran HAM. Isu-isu tersebutlah yang menjadikan Soeharto jatuh. Sehingga massa yang pro demokrasi dihadapkan dengan dua pilihan, revolusi atau reformasi. Tentu mereka memilih reformasi yang efeknya adalah banyak kekuatan dan pengaruh dari Orde Baru yang masih akan mewarnai pemerintahan Indonesia setelahnya.
Selanjutnya, pemateri menjelaskan tentang proses pemilu yang terjadi pada tahun 1999. Pada saat itu pemilu dimenangkan oleh PDIP dan Golkar menempati posis kedua diikuti oleh partai-partai Islam setelahnya. Dengan kemenangan PDIP tersebut, efek politisnya seharusnya membawa Megawati pada kursi kekuasaan. Namun mengapa malah Gus Dur yang diajukan? PDIP yang selama masa orde baru merasa diinjak-injak, setelah memenangkan pemilu terlihat congkak dan tidak mau berkomunikasi politik dengan pihak lain.
Pada saat itu Golkar yang posisinya berada di bawah dan tidak mungkin berkoalisi dengan PDIP berusaha menampilkan wajah baru untuk mencari koalisi lain. Amin Rais, PKB dan P3 membentuk Poros Tengah untuk menyatukan partai-partai Islam dan mengajukan calon alternatif selain Megawati dan BJ Habibie. Muncullah nama Gus Dur.
Golkar mau tidak mau harus mendukung Poros Tengah karena tidak mungkin mencalonkan Amin Rais karena track record beliau yang pernah mengikuti ICMI yang mana ICMI sendiri merupakan bagian dari Orde Baru dan dikarenakan beliau ikut ke dalam Islam garis kanan yang tidak disukai oleh golongan pluralis dan nasionalis.
Gus Dur sendiri termasuk orang yang pluralis dan sangat humanis tentu benjadi satu dari banyak sebab mengapa suara Beliau menjadi semakin kuat menjelang pemilihan. Dan juga karena Gus Dur bisa lebih berkompromi. Karena sikap kompromi-nya itulah, lanjut pemateri, Beliau memasukkan banyak sekali orang-orang yang menjadi pesanan dari partai-partai yang mendukungnya untuk duduk di jajaran kabinetnya. Namun, seiring berjalannya waktu, beliau mulai menunjukkan sifat dan sikap aslinya. Dengan pendirian beliau yang kuat, apa yang beliau yakini benar akan beliau lakukan.
Lambat laun beliau tidak mau lagi berkompromi. Dengan melalui banyak kebijakan yang Beliau buat, pemecatan beberapa menteri dan pejabat, menjadikan banyak pihak menjadi geram. Nah, dari pemecatan-pemecatan inilah Golkar mulai menunjukkan ketidaksukaannya terhadap Gus Dur.
Dengan sikap Humanisme yang mendasari beliau, beliau tidak lagi menomorsatukan Islam politik sehingga menjadikan partai-partai Islam juga ikut geram. Puncak kemarahan partai-partai Islam tersebut ketika Gus Dur mencabut Tap MPRS tentang pelarangan Marxisme dan meminta maaf terhadap korban-korban politik dan kemanusiaan yang terjadi pada masa Orde Baru. Hal ini menjadikan Gus Dur dibenci oleh dua pihak sekaligus. Ditambah pihak Militer yang awalnya netral juga ikut membenci Beliau sebab reformasi peran militer yang Beliau lakukan.
Kemudian, pemateri melanjutkan dengan masalah-masalah yang merupakan warisan dari Orde Baru. Diantaranya, balkanisasi, KKN yang menjangkiti birokrasi, masalah Aceh, permintaan otonomi, beberapa wilayah yang ingin memerdekaan dirinya sendiri, dan ditambah militer dan keluarga cendana yang masih menguasai perputaran ekonomi.
Awal perseteruan langsung dimulai ketika Laksamana Sukardi (PDIP) dan Jusuf Kalla (Golkar) di reshuffle dari jajaran pemerintahan. Kedua partai ini meminta hak interpelasi dari parlemen. Hingga mulai saat itu, Gus Dur diserang dari berbagai pihak hingga pada akhir juni 2000 Beliau merilis daftar nama musuh-musuh politiknya yang berjumlah 40 orang yang bisa dikatakan bahwa 40 orang tersebut dapat mewakili 4 kekuatan.
Lanjut, pemateri menjelaskan langkah-langkah menjatuhkan Gus Dur. Sebelum membentuk pansus, para elite politik merancang sebuah rapat yang dilatarbelakangi oleh pemecatan Laksamana Sukardi (PDIP) dan Jusuf Kalla (Golkar) tersebut. Hal itu menjadi titik balik dukungan mereka terhadap Gus Dur.
Golkar seperti mendapatkan teman untuk mengkritisi Gus Dur, yakni PDIP. Karena PDIP merasa kesal, sebagai pemenang pemilu, mereka tidak bisa menjadikan Megawati sebagai presiden. Titik temu kekuatan-kekuatan besar ini tercatat dalam surat laporan bersifat rahasia pada tanggal 3 Juli 2000 yang ditulis oleh Priyo Budi Santoso yang ditujukan kepada Ketua Umum Golkar Akbar Tanjung.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh perwakilan dari beberapa kalangan, termasuk Kapolri, Kapolda, perwakilan HMI dan lainnya yang mana inti dari petemuan tersebut adalah untuk menjatuhkan Gus Dur selain juga membahas tentang rencana jangka pendek menaikkan Megawati menjadi presiden dan pembahasan mengenai kemungkinan serangan mobilisasi massa pendukung Gus Dur.
Langkah utama dalam upaya menjatuhkan Gus Dur adalah melemahkan posisi Gus Dur melalui kasus Buloggate dan Bruneigate, padahal di pengadilan Gus Dur sudah terbukti tidak bersalah. Bahkan rapat yang terjadwalkan sebanyak 13 kali itu tak lepas dari usaha dari pihak militer yang ikut serta dalam proses pengkudetaan Gus Dur.
Seperti penunggangan aksi-aksi di berbagai kota agar menjadi aksi anarkis sehingga memunculkan stigma bahwa Gus Dur telah gagal dalam menjaga stabilitas negara. Dari pihak media massa yang masih berada di bawah kontrol keluarga Soeharto-pun tidak pernah bersimpati dengan Gus Dur dan selalu meniupkan kebencian dengan berita-berita yang menjatuhkan beliau.
Dari sini kita semua paham dan sadar – imbuh pemateri – bahwa perjuangan Gus Dur dalam menjaga persatuan Indonesia sangat luar biasa dan tidak bisa disepelekan. Proses demi proses serta upaya penjatuhan Gus Dur berjalan dengan begitu sistematis. Diawali dengan memorandum 1, dilanjutkan memorandum 2, hingga dekrit beliau yang tidak disahkan sampai puncaknya sidang istimewa MPR dan akhirnya pelengseran beliau dari kursi kepresidenan berhasil dilakukan.
Kemudian, pemateri mengakhiri pemaparannya dengan ungkapan yang disampaikan oleh salah satu putri Gus Dur dalam cover buku tersebut bahwa adanya buku ini bukan sebagai momen balas dendam namun untuk memberikan keadilan sejarah bagi Gus Dur.
Webinar bedah buku kali ini sagat disambut baik oleh penulis buku “Menjerst Gus Dur” yang kebetulan menyempatkan hadir dalam acara tersebut. Penulis menyampaikan bahwa memang adanya buku ini sebagai bentuk kontribusi yang bisa penulis lakukan sebagai generasi muda untuk meluruskan sejarah Gus Dur yang mana banyak dituliskan dalam beberapa narasi seperti kurikulum buku-buku sejarah bahwasannya beliau dilengserkan sebab tuduhan korupsi.
Hal ini sama saja mencoreng nama NU sendiri. Dengan Gus Dur di cap sebagai pesakitan dalam sejarah, ini semakin menegaskan suatu tesis yang mengatakan bahwa santri memang tidak becus dalam mengurus negara. Padahal tidak demikian faktanya. Harapan beliau, kalaupun apa yang ada di dalam buku ini sulit untuk masuk ke dalam kurikulum buku nasional, setidaknya dapat diadopsi oleh kurikulum pesantren atau lembaga pendidikan NU.
Beliau juga menuturkan bahwa buku ini hanya merupakan pintu masuk dan masih banyak hal-hal lain yang perlu diulas dan dikaji lebih dalam lagi.
Kemudian webinar dilanjutkan dengan diskusi tanya jawab. Para peserta yang begitu antusias dengan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan baik kepada penulis maupun pemateri pada webinar kali ini hingga tak terasa hampir tiga jam webinar telah berlangsung. Dan terakhir, ditutup dengan pembacaan doa khatmil Qur’an oleh wakil katib syuriah PCINU Maroko. Dokumentasi video webinar dapat diakses dengan link berikut; klik disini.
Kontributor: LAKPESDAM NU Maroko 20-22
Editor: Irma M. Jannah