TEKNOLOGI SEBAGAI KEPINGAN PUZZLE TERAKHIR

MENUJU AKSELERASI NAHDLATUL ULAMA DI KANCAH DUNIA
Ditulis oleh: Irfan Danial Aufar
Nahdlatul Ulama lahir dari rasa empati dan kesadaran. Ulama tradisional saat itu sadar akan pentingnya suatu organisasi sebagai wadah aspirasi. Sadar bahwa sistem bermazhab harus senantiasa lestari. Sadar bahwa dengan organisasi yang dibentuk, mereka berpotensi menegakkan dan meninggikan kemerdekaan, bersatu padu dalam harmoni.
Hampir satu abad yang lalu, NU berdiri-1926 tepatnya. Sudah hampir satu abad juga, ulama beserta para jamaah dan santri mewarnai Indonesia dengan beragam warna dan corak. Setiap yang terlukis, segala yang ditulis, selalu memberi arti bagi bangsa Indonesia. Tak ubahnya orangtua, NU mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, membesarkan, dan tidak lupa mendoakan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Usia NU yang akan mencapai 100 tahun adalah anugerah dan karunia dari Allah SWT. Patut disyukuri karena, siapa yang menyangka? Setiap organisasi yang berdiri pada abad ke-20 berhadapan dengan tantangan keterbatasan teknologi. Suatu hal yang berpengaruh pada komunikasi dan chemistry antar anggota. NU adalah salah satu yang berhasil. Barangkali memang keberuntungan, bisa jadi kebetulan, atau bahkan takdir. Yang pasti ulama dan santri telah ikut serta membangun dan merawat peradaban, bukan hanya di Indonesia namun juga di dunia.
Bagi saya pribadi dan bagi sebagian besar warga Nahdliyyin, NU sudah menjadi paket lengkap yang kami terima sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. NU layaknya mainan puzzle di masa kanak-kanak yang selalu saya bawa kemana-mana saya pergi. Masing-masing dari kita pasti mengenal puzzle atau bahkan pernah memainkannya. Salah satu bentuk permainan membongkar dan menyusun kembali kepingan-kepingan suatu gambar menjadi bentuk gambar yang utuh. Pernahkah kita merasa bahwa kehidupan yang kita jalani sekarang layaknya permainan puzzle? Segala rutinitas yang terlewati, setiap organisasi yang diikuti, orang-orang baru, pengalaman-pengalaman baru, tempat dan suasana baru tak ubahnya usaha untuk membentuk satu gambar sempurna.
NU di era industri 4.0 dan society 5.0 sekarang memiliki beberapa komponen yang memungkinkan untuk menuju organisasi kelas dunia. Maksudnya bukan lagi sekadar undangan atau nama yang biasa. Tidak sekadar numpang lewat di berita atau media, namun sebagai gamechanger. Lebih dari 90 juta anggota, 34.000 pesantren, 20.136 sekolah, 179 unit perguruan tinggi, 18 lembaga, dan 15 badan otonom adalah aset utama yang akan mengantarkan NU pada gerbang kemajuan. Surplus kuantitas SDM harus diramu sedemikian rupa agar dapat menghasilkan feedback yang baik bagi NU, Indonesia, maupun dunia. Jika boleh menyebut, tantangan terbesar NU sekarang adalah mengoptimalisasi penggunaan teknologi dalam setiap sendi organisasi maupun kehidupan masyarakatnya. Menjadi pemain utama dalam bidang teknologi. Bukan sekadar konsumen yang menyumbang pundi-pundi adsense melalui jumlah view, like, dan subscribe.
Kita sadar bahwa geliat NU untuk terjun dan meramaikan jagat media sosial dengan konten berupa video, tulisan, infografis, poster maupun film adalah terlambat jika dibandingkan organisasi masyarakat lain. Fakta ini sedikit menggoyang posisi NU sebagai organisasi masyarakat yang dominan di Indonesia. Banyak masyarakat di perkotaan dan beberapa komunitas mahasiswa yang lebih tertarik pada ormas lain karena keterlambatan NU untuk hadir di media sosial. Teknologi adalah kepingan puzzle terakhir bagi NU dalam rangka menyebarkan pengaruh ajaran ke seluruh dunia.
Langkah Strategis
Apresiasi patut diberikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang sejak era KH. Said Aqil Siradj maupun era KH. Yahya Cholil Staquf menghimbau agar para Nahdliyyin ikut serta meramaikan media sosial dengan berbagai hal positif. Bentuk keseriusan NU untuk berinvestasi di bidang teknolgi dan informasi semakin tampak pada Desember 2022. PBNU menyelenggarakan “NU Tech Seminar & Competition” hasil kerjasama dengan Narasi TV milik Najwa Shihab. Acara ini bukan sekadar agenda penghabisan anggaran akhir tahun, namun dengan komitmen berkelanjutan. PBNU memfasilitasi para generasi muda (bahkan lintas agama) agar meningkatkan skill dan kompetensi di bidang teknologi. Capture The Flag Competition, Innovation Pitching Competition, Tech Seminar, Digital Learning by Narasi Academy, dan Digital Learning Scholarship adalah sejumlah agenda dalam acara tersebut.
Pada Capture The Flag Competition, peserta bersaing menunjukkan serta mengasah keterampilan digital cyber security melalui dengan menyelesaikan tantangan kasus. Di ajang Innovation Pitching Competition, peserta yang memiliki ide inovasi juga akan memiliki tempat yang mendukung untuk menyampaikan dan melatih keterampilan pitching terhadap ide inovasinya. Acara ini juga menghadirkan para ahli dan pakar di bidang teknologi serta para pejabat strategis. Para santri ngaji teknologi dari Gita Wijawan, Nadiem Makarim, dan Ainun Nadjib. Tidak lupa pula dukungan doa dari KH. Miftahul Akhyar dan KH. Yahya Cholil Staquf.
Warga Nahdliyyin juga menjawab tren menjamurnya start up dengan menghadirkan berbagai aplikasi yang memiliki fitur serta tampilan yang ciamik. Aplikasi-aplikasi tersebut yakni:
1) “NU Online Super Apps”, aplikasi ibadah dan belajar Islam terlengkap yang menekankan pada kemudahan, kualitas, dan kredibilitas.
2) “KESAN”, aplikasi Islami generasi muda NU yang didesain khusus untuk menemani para santri, purna santri, dan segenap umat Islam setiap saat. Memiliki fitur-fitur antara lain Al-Qur’an, Hikmah Hari Ini. Pengguna akan menerima kutipan hadis, kutipan para ulama, atau ayat Alquran, Doa, Zikir & Shalawat, Kalender Hijriah, Arah Kiblat, Jadwal Shalat, Haji & Umrah, Kitab Kuning dan artikel-artikel Islam;
3) “NUJEK”, sebuah layanan transportasi online, pengirim barang, pesan antar makanan, belanja kebutuhan sehari-hari dan penyedia jasa profesional secara on demand dalam satu platform aplikasi mobile; maupun
4) “NU Cash, sebuah platform berbasis ponsel android dan IOS. Aplikasi ini adalah sebuah layanan uang elektronik, berfungsi menampung uang dalam bentuk digital dan dapat digunakan untuk melakukan pembelian dan pembayaran di aplikasi smartphone NUcash maupun untuk berbelanja di berbagai merchant online yang telah bergabung sebagai mitra. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran diantara generasi muda Nahdliyyin untuk ikut serta sebagai pemain utama dalam setiap tren teknologi.
Rasa empati rupanya juga menggerakkan para masyayikh untuk menghadirkan lembaga pendidikan formal yang berorientasi pada penguasaan IT. Contohnya ibu Ny. Hj. Zannuba Arifah Chafsoh atau yang akrab disapa mbak Yenny. Putri kedua KH. Abdurrahman Wahid tersebut mendirikan dan mengelola Pondok Pesantren Programmer Qoryatus Salam di Sleman, Yogyakarta. Pesantren khusus santri perempuan ini diluncurkan sebagai wujud pemberdayaan bagi perempuan dalam teknologi. Pesantren Programmer Qoryatus Salam membekali para santri putri dengan materi–materi keagamaan dan materi–materi pemograman komputer. SMK tersebut didirikan dengan tujuan menghasilkan siswa atau santri yang memiliki keahlian di bidang IT. Singkatnya, mbak Yenny dengan serius ingin memunculkan calon-calon Programmer, Data Analyst, maupun UI/UX Designer dari kalangan santri.
Menjaga Tradisi, Ajaran, dan Kehormatan Ulama
Sebagai warga Nahdliyyin, kecintaan terhadap para keturunan nabi dan ulama’ adalah sebuah keharusan. Tidak bisa ditawar, warga Nahdliyyin adalah komunitas masyarakat yang menjadi subjek sekaligus objek dalam setiap hal yang berkaitan dengan para pewaris ilmu kenabian. Masyarakat NU baik di perkotaan, pinggiran kota, maupun pedesaan, menjadi objek bagi para ulama dalam menyebarkan dan menerapkan keilmuan yang turun temurun sejak jaman Nabi Muhammad SAW. Warga Nahdliyyin juga merupakan subjek bagi para ulama dalam menjaga setiap tradisi, ajaran dan kehormatan mereka dalam pergaulan sehari-hari. Tidak ada yang lebih tahu bagaimana cara terbaik untuk memuliakan Ulama. Hal ini sebenarnya merupakan paradoks jika melihat kenyataan. Masih banyak dari warga Nahdliyyin yang belum Sami’na Wa Ato’na.
Terjadi gejolak dalam pemikiran dan keyakinan masyarakat disebabkan oleh adanya perbedaan sikap, cara tutur, cara bergaul, maupun tindakan sehari-hari para ulama. Banyak ketidaktahuan yang hinggap bahwa sikap berbeda pikiran memang sengaja ditanam oleh para founding father NU sebagai upaya memperkaya khazanah pemikiran dan keilmuan. Sikap berbeda itu nyatanya tidak merusak hubungan sosial diantara para pewaris nabi. Masih lekang dalam ingatan kita, betapa indahnya cerita masa lalu antara KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Faqih Maskumambang. Dua elit struktural NU di masa awal berdiri. Sebagai sahabat karib seperguruan, keduanya memiliki pandangan Fiqih berbeda terkait dengan penggunaan kentongan.
Masyarakat seyogyanya menjadi garda terdepan dalam menjaga tradisi, ajaran, dan kehormatan ulama beserta keturunannya. Di era sekarang, teknologi tidak jarang mencederai nama baik ulama melalui pemberitaan tidak valid dan hoax. Oknum-oknum yang ingin mencerai berai warga Nahdliyyin dengan seenaknya memotong-motong video ceramah para habib, kyai, dan gus tanpa menyertakan konteks pembahasan yang sebenarnya. Lihat kasus ketika Gus Thuba, putra KH. Tijani Robert Saifunnawas, dihadiahi caci maki oleh masyarakat luas di media sosial sebab video keakraban dengan Habib Abdul Qodir. Terlalu banyak dari kita yang enggan untuk husnudzon ataupun tabayyun. Kita begitu mudah tersulut emosi, memandang suatu peristiwa tanpa berkaca dengan kenyataan diri. Hal yang sama terjadi di masa lalu, tatkala Gus Dur berkunjung untuk memperkenalkan NU di Israel Mayoritas langsung menghujami Gus Dur dengan stigma “antek asing” maupun “agen elit global”.
Bagaimanapun kondisi ke depan, kita harus memiliki komitmen untuk menjadi warga internet yang santun selayaknya kesantunan kita di dunia nyata. Sikap tawassuth, tawazzun, i’tidal, dan tasamuh harus diejawantahkan dalam pikiran dan perbuatan, baik di kehidupan nyata maupun kehidupan maya. Budaya berbeda pikiran tidak boleh menggeser rasa hormat dan takdzim kepada para pewaris nabi. Dengan teknologi di tangan semua orang, warga Nahdliyyin adalah pelopor peradaban yang sehat dan bermanfaat bagi semua orang, baik dunia maya maupun di dunia nyata..
Wallahua’lamu Bis Showaab
.
Bibliografi
Buku
Ismail, H. F. (2020). NU, Moderatisme, dan Pluralisme: Konstelasi Dinamis Keagamaan, Kemasyarakatan, dan Kebangsaan. IRCiSoD.
Ridwan, N. K. (2020). Ensiklopedia Khittah NU: Jilid 1 (Vol. 2). Diva Press.
Shidiq, A. (1980). Khittah Nahdliyah. Surabaya: Balai Buku.
Disertasi
Priatmojo, W. (2016). Faktor Pengaruh Pemikiran Politik Gus Dur Terhadap Ide Pembukaan Hubungan Diplomatik Indonesia-Israel (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Jurnal
Athoillah, M. A., & Wulan, E. R. (2019). Transformasi Model Pendidikan Pondok Pesantren di Era Revolusi Industri 4.0. Prosiding Nasional, 2, 25-36. Baharun, H., & Badriyah, F. N. (2020). Pendidikan Multikultural dalam Bingkai Islam Nusantara Perspektif KH. Said Aqil Siroj. Tafaqquh: Jurnal Penelitian Dan Kajian Keislaman, 8(1), 37-51.
Situs
https://jatim.nu.or.id/metropolis/aplikasi-nu-online-rilis-tambahan-fitur-ramadhan-danziarah-uoLI5 diakses pada 25 Januari 2023
https://swa.co.id/swa/trends/wadah-baru-bagi-generasi-dan-inovasi-digital-dengan-nu-tech diakses pada 26 Januari 2023
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6382413/nahdlatul-ulama-r-20-dan-arus-barudiplomasi-perdamaian diakses pada 29 Januari 2023
https://www.harakatuna.com/wahabi-cci-ccc-komite-hijaz-dan-kh-wahab-chasbullah.html diakses pada 28 Januari 2023
https://www.krjogja.com/berita-lokal/read/243962/wahid-institute-meluncurkan-pesantrenprogrammer-qoryatus-salam diakses pada 27 Januari 2023
https://www.nu.or.id/fragmen/sejarah-singkat-berdirinya-nahdlatul-ulama-VpzA0 diakses pada 25 Januari 2023 https://www.nu.or.id/nasional/jumlah-pesantren-tradisional-masih-dominan-pQH8r diakses pada 27 Januari 2023
https://www.nu.or.id/nasional/tema-satu-abad-nu-mendigdayakan-nahdlatul-ulamamenjemput-abad-kedua-menuju-kebangkitan-baru-36P9q diakses pada 22 Januari 2023
Profil Penulis
Penulis bernama lengkap Irfan Danial Aufar. Seorang putra daerah Kabupaten Probolinggo. Saat ini tinggal dan belajar di Pesantren Tahfidz Bani Yusuf Malang. Di sela-sela kegiatannya sebagai santri, penulis juga mempelajari Sastra Indonesia di Universitas Negeri Malang (Semester 8), memimpin CV. Sinar Kreativa Nusantara sekaligus menjadi redaktur di media daring Teras Harian. Penulis dapat dihubungi melalui surat elektronik: irfan.danial.1902116@students.um.ac.id atau WhatsApp: 081358064654.
.
*Penulis adalah Juara 2 lomba Sayembara Menulis: Menduniakan NU dan Pemikiran Ahlus Sunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah dalam rangka Satu Abad NU yang diadakan oleh PCINU MAROKO.
.
Editor: Wafal Hana