SELAMAT TAHUN BARU

Bagi masyarakat Muslim, Muharram menjadi momentum mulia karena menjadi bulan pembuka tahun baru. Dan karena banyak kenangan yang terdapat dalam bulan Muharram, menjadi wajar jika dalam kondisi ini disebut sebagai Hari Raya umat Islam. Mbah Sholeh Darat, salah satu guru RA. Kartini, menyebutkan dalam kitab Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah bahwa awal Muharram itu adalah tahun barunya seluruh umat Islam, dan  tanggal 10 Muharram adalah Hari Raya yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah. Hari raya untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan dengan shalat, melainkan dengan memberikan makanan kepada para faqir.

Tahun baru Islam atau kita kenal dengan tahun Hijriah diresmikan dan ditetapkan sebagai sistem penanggalan resmi Islam oleh Khalifah Umar bin Khattab (586-590 – 644 M, menjadi khalifah 634 – 644 M). Ketetapan ini diambil melalui jalan musyawarah. Semula muncul beberapa usulan, di antaranya bahwa tahun Islam dihitung mulai dari masa kelahiran Nabi Muhammad. Ini adalah usulan yang cukup rasional. Rasulullah adalah manusia luar biasa yang melakukan revolusi ke arah peradaban yang lebih baik, karenanya kelahiran beliau adalah monumen bagi kelahiran perdaban itu sendiri. Di sisi lain, tahun baru Masehi pun dimulai dari masa kelahiran figur yang diyakini membawa perubahan besar, yakni Nabi Isa al-Masih.
Namun, Umar bin Khatab menolak usulan ini. Singkat cerita, Sahabat Ali bin Abi Thalib mengusulkan penghitungan tahun Hijriah dimulai dari Hijrah Nabi Muhammad yang sekaligus menjadi sebuah pertanda dini bahwa Islam dipondasikan pada ajaran, bukan kultus sosok dan forum musyawarah menyepakati momen hijrah Nabi dari Makkah menuju Madinah tersebut sebagai awal penghitungan kalender Islam atau kalender Qamariyah yang merujuk pada perputaran bulan. Karenanya kelak dikenal dengan nama tahun Hijriah yang berasal dari kata hijrah (migrasi, pindah)..

Dalam segala hal di Islam, semua menggunakan kalender Hijriah, seperti dalam penentuan awal bulan, dan lain sebagainya.

Dalam penentuan awal mula hari, sistem kalender masehi adalah jam 00.00, berbeda dengan penentuan awal mula hari dalam sistem kalender Hijriah yang dimulai dari jam 18.00 (terbenamnya matahari di waktu setempat).

Dikutip dari Wikipedia, kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah 12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari. Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun kalender Masehi. Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam kalender Hijriah bergantung pada posisi Bulan, Bumi dan Matahari. Usia bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara Bulan dan Bumi, dan pada saat yang bersamaan, Bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion). Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan Bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 – 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit tersebut (BulanBumi dan Matahari). Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) bulan sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal (rukyatul hilal).

Muharram yang secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan, yaitu bulan yang didalamnya orang-orang Arab diharamkan (dilarang) melakukan peperangan, bagi sebagian masyarakat Islam, khususnya di Nusantara adalah bulan istimewa. Sebagai bulan pertama tahun Hijriah, Muharram menjadi ruang muhasabah (intropeksi diri) akan amal masa lalu guna menjadi pedoman langkah masa depan. Dalam bulan Muharram juga terdapat spirit hijrah (berarti berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain). Maksud dari hijrah di sini adalah mengubah sifat-sifat buruk menuju ke sifat-sifat yang lebih baik. Misalnya saja dari hal yang paling kecil, awalnya tidak melakukan perintah-Nya dengan benar, mulai saat ini melakukan perintah-Nya dengan benar dan menjauhi larangan-Nya. Mengintrospeksi diri, melihat kesalahan-kesalahan tahun yang lalu dan mulai saat ini berusaha tidak melakukan kesalahan yang sama. Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab mengartikan hijrah adalah upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik di segala bidang, bukan dimaknai berperang. Bagi bangsa Indonesia, dimaknai untuk lebih mencintai tanah air demi menciptakan negeri yang adil, damai dan sejahtera.

Selain itu, Muharram menjadi berbeda karena hari ke-sepuluh dalam bulan ini dipadati dengan nilai yang sarat dengan sejarah, yang lebih dikenal dengan hari ‘Asyura’. Karena pada hari ‘Asyura’ itulah, Allah untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (Qiyamat). Pada hari ‘Asyura’, Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi, memulihkan penglihatan Nabi Ya’kub, mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit dan pada hari ‘Asyura pula Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang.

Dikutip dari berbagai sumber, sesampainya Nabi Nuh as. di daratan, beliau bertanya kepada pada umatnya “masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi”. Kemudian Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah, di sebagian  daerah Nusantara mengenal bubur suro. Yaitu bubur yang dibikin untuk menghormati hari ‘Asyuro’, yang diterjemahkan menjadi bubur untuk selametan.

Di hari kesepuluh bulan Muharram ini juga, terjadi peristiwa yang sangatlah memilukan bagi umat Islam. Karena pada hari inilah, tepatnya tahun 61 H Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib, sang Cucu Rasulullah SAW terbunuh oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika dalam perjalanan menuju Irak.

Selamat Tahun Baru, Lurd

Tak perlu kita rayakan dengan kembang api, jika awal tahun baru dihiasi indahnya kuning senja

 

Wanyad – seko endi ae

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *