Santri Abal-abal?

Hari sudah semakin petang, teman-teman bergegas untuk segera menuju ke Mushola mungil yang sekaligus  Aula di Pondok baru ku. Aku adalah santri baru, yang baru saja lulus dari SD Sukamaju di desaku.

Aku terdiam, yaa.. namanya juga santri baru, dan sifatku yang pemalu membuatku sulit untuk beradaptasi. Bagiku butuh keberanian dan Mental untuk menyapa dan berkenalan.

Hei, boleh kenalan?

Kata salah satu wanita berbaju, dan berkrudung warna hitam yang menyampiriku dari jajaran Santri yang mengantri wudlu di depan “toren’’ sebutan untuk sebuah tempat wudlu, dengan menaikkan sarungnya yang sempat mau melorot saat ingin menyapaku.

“Iya, boleh. Namaku Qolby, Kamu?” Aku menjawab dengan senyum maluku dan menahan tawa, karena melihat tingkahnya kebingungan menaikkan sarungnya , Alhamdulillah akhirnya mendapat kenalan baru, celetuk hatiku (hihi..)

“Saya Uswatun hasanah, bisa dipanggil Uccuuwwaah, atau terserahlah jika kamu punya panggilan yang baru, asal gak dipanggil Atun aja haha” Katanya sambil meringis kepadaku.

“Alah Us, sok cantik lu” kata temannya yang duduk di sampingnya

“ Masalah buat lo?”

“ Itu , giliranmu wudlu, cepetan gih masuk, entah malah disamber “setan alas”” Perintah ucuuwwah anak paling lucu dan gokil menurutku itu, dan melirik temannya tadi, padahal aslinya giliran anak itu. Hehe

“ Lo? Kog dia dulu yang wudlu? Bukannya aku yang datang lebih dulu?”

“ Udah tua, sekali-sekali mbok yo sing pinter, ya yang muda dulu yang didahulukan,  “ Jawabnya dengan ‘’acting’’ seperti Bu Nyai yang menasehati santrinya, dan sempat juga ia melet (hihi), karena uccuwwah tau, pasti wanita yang disebut dia ‘’setan alas’’ itu pasti ‘’sungkan dengan Aku. “Ayoo cepetan ‘’nduuk”!” perintahnya lagi.

Akhirnya saya wudlu, dan mengambil mukenah di kamarku yang kebetulan di dekat Musholah.

Suara sholawat melantun indah dari mulut seorang wanita dengan mukenah ‘’blanjuran’’ dengan nada yang meliuk-liuk membuatku hanyut dalam iramanya. Tentram, nyaman, tenang saat itu yang ku rasakan. Dan nuansa itu ku rasakan terus menerus, hingga akhirnya Aku mulai “kerasan” di sana, dan banyak mengenal akrab teman Santri disana.

                                                                        ~OoO~

Detik, menjadi menit, menit menjadi jam,

jam menjadi hari, dan hari menjadi bulan, Akhirnya sudah 1 bulan Aku mengarungi ‘’Tholabul ‘Ilmi” di pondok baruku ini.

“Duk duk, tes 123” Bunyi “sound” informasi pondok. “Untuk semua Santri Hidayatush Sholihin, hari ini pengajian akan di isi oleh Kyai Sholeh Nurhadi, dimohon untuk segera menuju ke ‘’Ndalem’’ ba’da sholat isya’ usai, Terimakasih”. Hatiku senang mendengarnya, ini adalah “ngaos’’ ku pertama kali dengan Kyai ‘’face to face’’.

“Mbak fud, bisa gak kalau nanti saya duduk di barisan depan? Biar bisa melihat Yai dari dekat” Tanyaku kepada mbak ppengurus pondok yang kebetulan duduk di sampingku, waktu jama’ah dan dzikir akan usai.

“Boleh banget Sayang, siapapun boleh kok, kan sama-sama nuntut ilmu juga. Tapi nanti agak cepet yaa, soalnya pasti rebutan, sekarang cepet  siap-siap!” Katanya dengan senyum manisnya.

“Wah gitu ya? Oke Mbak Siap!” Jawabku dengan wajah serius dan gugup, langsung ku tarik sajadah di bawah ku, mencincing mukenah, mengambi kitab dan langsung menuju ke ‘’Ndalem’’.

Aku mengambil tempat yang paling depan,

tepat di depan meja Yai Sholeh, dan berada di depan mbak Fud, hanya berjarak kira-kira 5 langkah dari langkah kakiku. Sambil menunggu Beliau datang, Aku melihat ruangan ‘’ndalem’’, Aku menoleh kekiri ada rak buku Yai yang tertata rapi, dengan beberapa kitab yang banyak dan tebal termasuk karangan beliau juga, lalu Aku melihat kedinding sekitar, ada 2 kaligrafi terpajang dan foto Ka’bah, dengan tatanan Horizontal yang rapi, dan kemudian saya melihat ke kanan, Astaghfirullah tanpa kusadari ternyata Aku berada di depan para santri Putra, Aku kaget dan ingin sedikit  mundur, tapi ruangan sudah penuh dan berdesakan, dan Aku pun memilih untuk menunduk sambil agak ‘’salting’’. Meski mungkin Aku tak terlihat juga sih, karena penghalang kaca yang memisah antara santri putri dan putra terbuat dari kaca riben, jadi mungkin santri putra tak bisa melihat ke arah kami, tapi meski begitu Aku “Salting” karena Aku melihat mereka.

“Ekh khem” Suara Yai memecah keramaian para santri, Yai melangkah dengan penuh wibawa dengan baju dan songkok putihnya yang berselempang surban hijaunya. Aku terdiam, seakan tak percaya, Kyai idolaku sekarang berada tepat di depan ku. Dengan semangat ku buka kitab ku dan mengambil bolpoin lancip dari tempat pensilku.

Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi wabarokaatuh!,

Ilaahadrotin nabiyyil Musthofa Muhammad SAW. Alfaatihah!”.. Pembuka ‘’pengaosan’’ Yai yang membuatku semakin semangat dan ‘’khusyu’ “ memperhatikannya. ‘’Pengaosan” pun di mulai, hingga akhirnya pada tahap pengetes an pelajaran Cabang bahasa Arab yaitu Nahwu shorof, penjabaran dari kata perkata atau kalimah perkalimah dalam Bahasa Arab nya. Satu kalimah bisa mempunyai banyak penjabaran.

“Nduk, coba kesini bacakan penjabaran perkalimah dari pelajaran tadi!” Perintah Yai dan menyodorkan microfon ke arahku.

Aku menoleh ke belakang. Aku berharap bukan Aku yang dipanggil

“Iya, Kamu yang noleh nduk, Ayo cepat sini!”

Wah,  seketika jantungku mau copot. Mengingat ilmu yang sangat minim tentang Nahwu Shorof, apalagi di SD tidak pernah di ajar pelajaran seperti ini, bahkan bahasa Arab pun hanya “Na’am”,‘’Laa’’ dan beberapa “Mufrodat” dasar saja yang ku tahu.

‘’Ayo Qolby! Itu Yai sudah menunggu” Kata Mbak Fud dengan menepuk pundak ku.

Aku bingung harus bagaimana, kalau Aku tidak mau maka Yai akan marah, tapi kalau Aku ambil, Aku pasti akan malu, Apalagi Semua santri melihat Aku. Fikirku sejenak.

Aku mencoba menenangkan diri

, dan ku raih mikrofon yang sudah dari tadi mengarah kepadaku.

“Bismillaahirrohmaanirroohiim…” Seketika darahku seakan mengalir dari kepala ke kaki, kaki ke kepala, entah apa yang akan ku ucapkan selanjutnya. Aku terdiam dan tetap memandangi kitabku saja.

“Ayo Qolby, diteruskan!” bisik Mbak fud, emang dia tak tau apa yang kurasa fikirku sedikit menenangkan diri.

“Iya, lanjutkan nduk”

“ Maaf Yai, saya masih belum bisa!”   “Huuuu, dolanan ae makane gak iso”Sorak para santri putra meledek

‘’ Coba bawa sini “ Yai meminta mifrofonnya kembali.

“Santri sudah lama belajar, disuruh menjabarkan 1 kalimat saja belum bisa-bisa, Apa akan bisa menjadi tokoh masyarakat yang pintar? Untuk yang lain jangan ada yang seperti ini lagi, kalau sudah di ajarkan HARUS bisa mengajarkan kepada orang lain, nduk! Pokoknya besuk kamu harus bisa!”

Aku menunduk berusaha menutupi wajahku

Ketidak yakinan ku membuat ku ragu untuk bisa menerima tantangan Yai, Air mataku menetes membasahi lembaran kitab yang kubawa. Mbak fud mencoba menenangkan ku dengan mengelus pundakku.

“Sudah, yang sabar dek, mungkin Yai belum tau kalau kamu santri baru, Yang sabar nanti selesai ‘’ngaos’’ mbak ajari di kamar”. Aku hanya diam saja, dan mbak Fud tetap mengelus pundakku.

Jam menunjukkan pukul 22.00 , “ngaos”pun usai, mbak fud mengulurkan tangan kepadaku dan memnuntun ku dengan memeluk dan menenangkan Aku.

‘’Ayo, usaha sayang! Menangis gak akan memecahkan masalahmu, ini awalnya jika ingin sukses” Aku hanya mengangguk

‘’Wudlu dulu sana ya! Mbak tunggu di kamar” Aku langsung ke “Toren” untuk wudlu dan langsung ke kamar.

‘’Gimana? Sudah agak lega?’’

“Alhamdulillah Mbak, tadi sakit banget rasanya, baru kali ini saya merasa malu dan takut seperti ini”

“Iya, besuk insya Allah gak akan ada rasa itu lagi kalau kamu mau berusaha, Sekarang kita mulai, Ananda sudah siap?” Kata wanita cantik itu menyemangatiku.

“Siap! Bismillah…”

Mbak fud membuka kitabnya dan Akupun membuka kitabku

keseriusan terlihat di wajahnya, dan senyuman yang menyertai keramahannya itu membuatku semakin nyaman untuk belajar bersamanya, berulang-ulang kali mbak fud mengulang penjelasannya, mungkin karena Aku yang lemot (hihi)..

“Gimana? Sudah agak lumayan? Sudah siap tersenyum di hadapan microfon yai sholeh? “ ia tersenyum menggodaku, mungkin karena ia yakin bahwa Aku akan bisa menghadapi ujian Yai Sholeh besuk.

“Insyaa Allah Mbak, tapi kalau besuk saya salah jangan diledekin yaa, entar diledekin lagii! “ jawabku

“Ya gak laah, kan kemarin bukan mbak toh yang meledek kamu? “

“Hmm, makasih ya mbak, Semoga Allah yang membalas. Saya sudah capek mbak, pasti mbak juga. Ayo kita tidur!”

“Iya Adek! Sama-sama.. Iya mbak wudlu dulu yaa”

                                                                        ~OoO~

Teeet…….” Bel pondok berbunyi,

pertanda kegiatan mengaji seperti biasanya di mulai.

Hatiku berdebar-debar

“Mbak mbak, doakan Aku yaa..” Teriak ku “nervous”… “

“Santai, yang tenang nduk, Nggak usah nangis Aku ae sering di marahi Mbah yai yo “Menter”, Haha” Uccuwwah menenangkan ku.

Saya melangkahkan kaki dan terus bersholawat di dalam Hati, dan duduk di tempat biasanya, tapi kali ini Aku mengambil tempat yang nyaman, tidak terlalu ke depan, mengingat kemarin banyak santri putra yang melihat dan menertawakan ku.

Yai datang

dengan langkah wibawanya dan sesekali melirik Aku, Masya Allah, badanku rasanya panas dingin, keringat dinginku rasanya keluar semua, Aku terteguh menundukkan kepala seketika.

“Assalamu’alaiku Warahmatullaahi wabarokaatuh” Yai membuka pengjian seperti biasanya.

“Ayo nduk, krudung hijau tolong bacakan pengajian kemarin kepada teman-temanmu, beserta penjabaran perkatanya, kali ini harus bisa! Ayo!” Yai menyodorkan mikrofon seperti kemarin yang beliau lakukan kepada ku.

“ Njeh Yai” Jawabku, “Aku gak akan mengecewakan Yai kembali, pelajaran yang kemarin cukup untuk ku, dan Aku tak akan mengulanginya yang ke dua kali” Hatiku bergumam, berusaha meyakinkan diri.

“Bismillahirrohmaanirrohiiim… dst.. Wallahu a’lam “  Saya membaca dan menyelesaikan pelajaran yang diajarkan Yai dan Mbak Fud kemarin.

“Huh.. lega” tak sengaja terucap dari mulutku, dan terdengar oleh semua santri.

“Haha, Wis pinter saiki” teriak santri putra, yang tak tau siapa,

Aku tertawa malu

dan menjauhkan mikrofon dari mulutku, dan menyerahkan kepada Yai

“Alhamdulillah, ini baru yang di sebut dengan Santri, Namamu siapa nduk? Kelas berapa kamu? Kok saya baru liat?”

“Saya Qolbyy Yai, Njeh, saya baru kelas 1 MTs” Jawabku dengan senyum lega.

“Lo? Lihat baru kelas satu sudah bisa menjabarkan pelajaran seperti itu, Yang lain jangan kalah, Yaa? Barakallah nduk, yang “sregep” belajarnya”

“ Ya, yai Insyaa Allah”

Mulai itu, mulai banyak yang mengenalku dan sekarang saya menjadi mudah untuk bergaul dan mendapatkan teman, Mbak fud ikut senang, dan selalu menyemangatiku .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *