Peringatan dan Perayaan Maulid Nabi SAW; Hukum juga Dalilnya

Kata “maulid” merupakan bentuk mashdar mimmy dari fi’il madli “walada” yang dalam ilmu tashrif memiliki tiga sebutan dan tiga arti, masing-masing sesuai konteks kalimat; sebagai mashdar mim/kata dasar yang berarti “kelahiran”, sebagai isim zaman/kata keterangan waktu yang berarti “waktu kelahiran”, sebagai isim makan/kata keterangan tempat yang berarti “tempat lahir.”
Pada tahun 2020, peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad 12 Robi’ul Awwal bertepatan dengan hari Kamis (29/10). Momen memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW sudah seperti menjadi momen wajib bagi umat Islam. Bentuk peringatannya bisa jadi berbeda disetiap daerah sesuai tradisinya masing-masing. Namun, bagaimana sebenarnya hukum melaksanakan Maulid Nabi SAW dan apa dalil yang mendasarinya?
Sebelum menuju ke pokok pembahasan, seringkali beberapa orang mempertanyakan “ kenapa kanjeng Nabi Muhammad SAW yang diperingati hari lahirnya bukan hari wafatnya seperti para wali Allah, ulama dan orang-orang sholeh lainnya ? ’’
Hal ini disebabkan karena para ulama, wali, dan orang-orang sholeh diketahui baik dan buruknya di akhir hayatnya. Sedangkan Nabi Muhammad SAW dengan kuasa Allah, sejak awal kehadirannya di muka bumi kebaikan juga keistimewaan dalam dirinya sudah terlihat nyata bahkan tidak satupun orang yang meragukan hal tersebut. Kelahiran Nabi SAW telah memberi kabar gembira bagi setiap umat manusia setelahnya.
Hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW
Hukumnya adalah boleh dan tidak termasuk bid’ah dhalalah (perbuatan baru dalam agama yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits.) tetapi bid’ah hasanah (sesuatu yang tidak dilakukan oleh Nabi maupun para sahabatnya namun perbuatan itu memiliki nilai kebaikan dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan hadits.). Karena tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, bahkan jika diteliti malah terdapat dalil-dalil yang membolehkannya.
Diantara dalil yang memperbolehkan peringatan Maulid Nabi SAW
Apa dasar hukum yang mempebolehkan kita memperingati hari kelahiran Nabi SAW dengan berbagai rupa perayaan? Salah satu dalil diperbolehkannya memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW ada dalam kitab Haula al-Ihtifaal bi Dzikril Maulid an-Nabawy asy-Syarif karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, hal. 9 yang artinya:
Sesungguhnya merayakan kelahiran Nabi yang mulia (Nabi Muhammad SAW) sebagai wujud untuk mengekspresikan atau menunjukkan rasa senang dan kebahagiaan dengan salah satu manusia pilihan, Muhammad SAW. Dan kelahiran beliau telah benar-benar memberi kemanfaatan (juga) bagi orang kafir.
Sesungguhnya rasa senang atas rahmat-Nya (termasuk rahmat dihadirkannya Nabi SAW di tengah umat manusia dan apa yang dibawanya) telah dianjurkan oleh Al-Qur’an dalam firman-Nya: Katakanlah ̶ wahai Rosul ̶ kepada manusia, “Al-Qur`an yang aku bawa kepada kalian adalah anugerah dan rahmat dari Allah untuk kalian. Maka bergembiralah kalian dengan anugerah dan rahmat yang Allah berikan kepada kalian, bukan dengan yang lain.” Surat Yunus: 58.
Maka Allah SWT memerintahkan kita untuk bergembira atas rahmat-Nya, dan Nabi Muhammad adalah rahmat Allah yang paling luar biasa besar, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan Kami tidaklah mengutus engkau ̶ wahai Muhammad ̶ melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Surat Al-Anbiya’: 107.
Disana Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menyebutkan adanya kemanfaatan bagi orang kafir yang memperingati hari lahir Nabi SAW, artinya apa?
Imam Al-Hafidz Syamsyuddin Muhammad Nasirruddin Addimasyqi berkata di syairnya dalam kitab I’anatuth Thalibin karya Abu Bakar Utsman bin Muhammad Syatho’ ad-Dimyati as-Syafi’i , isi syairnya:
إذا كان هذا كافرا جاء ذمه ۞ وتبت يداه في الجحيم مخلدا
أتى أنه في يوم الاثنين دائما ۞ يخفف عنه للسرور بأحمدا
فما الظن بالعبد الذي كان عمره ۞ بأحمد مسرورًا ومات موحدًا
Artinya: “ Jika orang seperti Abu Lahab saja yang jelas-jelas tercela dan kekal di neraka, setiap hari senin diringankan siksanya sebab ia bergembira dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Maka apalagi jika yang bergembira seorang muslim, yang sepanjang hidupnya bergembira atas lahirnya Nabi Muhammad SAW dan wafat dalam keadaan Islam.’’ (Juz 3 hal. 414).
Bahkan dalam suatu riwayat hadits Shohih Bukhori yang berasal dari ‘Urwah bin Zubair mengatakan seperti ini:
وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ: كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا، فَأَرْضَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ، قَالَ لَهُ: مَاذَا لَقِيتَ؟ قَالَ أَبُو لَهَبٍ: لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ. ( رواه البخاري، 67-كتاب النكاح، باب وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم: النساء آية 23، ج. 7، ص. 9 ).
Artinya: “ Dan Tsuwaibah adalah hamba sahaya milik Abu Lahab yang dia merdekakan kemudian menyusui Nabi Muhammad SAW. Tatkala Abu Lahab telah meninggal, sebagian keluarganya melihat dalam mimpi tentang buruknya keadaan Abu Lahab lalu bertanya kepadanya: “Apa yang terjadi ? ” Abu Lahab menjawab: “ Aku tidak mendapatkan apapun sepeninggal kalian kecuali aku diberi minum karena memerdekakan Tsuwaibah.”
Dari tindakan Abu Lahab yang memerdekakan budaknya untuk kemudian menyusui Nabi Muhammad SAW menjadi bukti dan pelajaran kepada kita bahwa kebahagiaan Abu Lahab atas lahirnya Nabi SAW yang ia adalah seorang kafir saja bisa menjadi pertolongan baginya di neraka. Apalagi kita yang dianugerahi iman hingga detik ini dan sejak kecil sudah diajarkan oleh guru-guru serta orang tua untuk ikut bergembira juga memperingati hari kelahiran utusan terakhir Sang Khaliq, Nabi Muhammad SAW.
Jika kita gali lebih dalam, masih banyak dalil lain yang memperbolehkan kita memperingati Maulid Nabi SAW. Banyak ulama yang bahkan menulis seputar maulid dalam satu kitab khusus. Semoga kita termasuk golongan umat yang mendapatkan syafa’atnya nanti di hari kiamat. Aamiin.
Kontributor: Zulfan Naufal
Editor: Irma M. Jannah