Memperingati Haul Gus Dur ke-10

(271219) PCINU Maroko slenggarakan Haul Gus dur serempak untuk setiap kota yang tersebar di Maroko. Tercatat ada 8 kota yang sukses menyelenggarakan kegiatan yang diawali dengan Pembacaan Khotmil qur’an binadzor, Yasin dan tahlil, di lanjut Diskusi.
Haul Gus dur bisa disebut sebagai contoh penting bagaimana agama dan budaya melebur menjadi kekuatan baru yang menyatukan bukan saling menafikan. Lebih dari itu, kalangan non-muslim pun ikut menyelenggarakan Haul, di samping bentuk penghormatan kepada Gus Dur tapi juga bentuk penerimaan haul sebagai budaya.
Mengenang sosok semasa hidupnya Gus dur seolah tak pernah habis dibahas. Meskipun secara ragawi telah wafat, namun kiprah perjuangan dan pemikirannya terus didiskusikan, diseminarkan, ditulis dalam bentuk buku hinga diadakan acara Haul diberbagai tempat, termasuk melesat ke Negara paling barat ini “Maroko”.
Membahas Tema yang telah disodorkan oleh LDNU “Pribumi Islam Gus dur – Gus dur agamawan untuk semua agama”. Sepertinya asik kalo kita mengupas terlebih dahulu Istilah “Pribumisasi Islam” pertama kali dilontarkan tahun 1980-an oleh Gus dur sebagai ganti atas istilah indigenization dalam bahasa Inggris.
Pribumisasi Islam lahir dalam konteks perhatian Gusdur untuk tidak menjadikan Islam sebagai alternatif terhadap persoalan-persoalan kenegaraan dan kebangsaan. Ini berbeda dengan komunitas gerakan Islam pemurnian, para pencari “Islam asli dan otentik”, di Indonesia menghendaki pengislaman negara. Atau mengangkat ajaran Islam sebagai alternatif untuk mengatasi persoalan-persolan kebangsaan. Seperti tampak dalam tuntutan penegakan syariat Islam dan Piagam Jakarta.
Gusdur itu agamawan dan agamis, agamawan menguasai atau ahli dalam agama. Pribumisasi islam sama halnya dengan konsep Islam nusantara. Konsep islam yang mencoba menyelaraskan antara sar’i dan adat. Sehingga muncul konsep yg menggabungkan keduanya dalam bentuk pendekatan untuk mengenalkan islam yang perlu di banggakan dari Indonesia sebagi Negara kemajemukan itu persatuan. (Ridwan kamal, Mahsiswa S1 univ. Ibn tofail).
Beragam konsep pengembangan Islam yang digagas oleh organisasi Islam atau intelektual Islam sesungguhnya memiliki irisan yang kuat.
Kaum islamis Yang meyakini bahwasannya islam itu sudah Kaffah, sudah menyeluruh, dan sudah sempuran. Mereka menentang akan Islam nusantara, yang mana sebenarnya islam itu sudah ada pengaturannya di dalam al quran dan hadist. Orang islam sendiri harus tunduk pada nas,dan mereka mengatakan kalo Al quran dan hadist bersifat permanen yang mencakup sejarah,ruang, dan waktu. Kesimpulan mereka tidak mungkin akan adanya banyak model islam. ( Minan Aziz, Mahasiswa S1 Jami’ah Imam nafie )
Spirit Islam Nusantara adalah penghargaan tradisi lokal yang tidak pertentangan dengan nilai-nilai agama. Di sini, Islam Nusantara kemudian dituduh anti-Arab. Padahal, Islam tidak identik dengan Arab sehingga tradisi lokal yang bersesuaian dengan nilai-nilai Islam harus dihargai dan dikembangkan.
Apakah kaffah identik dengan Arabisasi? “Tentu tidak”. Kekaffahan islam itu justru tampil dalam beragam sesuai konteks, history, ruang, dan waktu.
( Avika A.K – anggota LTNU )
Mantab semoga bisa selalu istiqomah