HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL PCINU DUNIA; Tentang Sikap Pemerintah dan Rakyat terhadap Vaksin Covid19

Indonesia berencana menggelar program vaksinasi COVID-19 mulai dari tahun 2021. Target utama vaksinasi ini adalah untuk mencapai hard immunity atau kekebalan kelompok, dengan memvaksinasi setidaknya minimal 70% dari total penduduk Indonesia dalam setahun.
Tentu saja, sampai vaksinasi itu dilaksanakan, pemerintah sudah mengantongi fatwa halal dari MUI sebagai Jaminan Produk Halal (JPH) dan terbebas dari unsur najis. Selain itu, menurut ketua MUI, Asrorun Niam, fatwa halal dikeluarkan terkait masih adanya sebagian masyarakat yang menolak vaskinasi karena ragu terahdap kehalalan dan keamanannya, untuk itu, dengan adanya fatwa halal ini ia berharap dapat disosialisasikan untuk meyakinkan masyarakat.
Walaupun pemerintah telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI dan ijin darurat dari BPOM, hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian kesehatan bersama Indonesia Technical Advisory Group On Immunization (ITAGI) menunjukan hasil 7,6% dari masyakarat Indonésia tidak setuju divaksin dengan alasan kemanan dan efektifitas yang masih belum jelas, juga karena takut akan efek samping yang ada. Meyikapi hal itu pemerintah mengularkan Perpres tentang vaksinasi, yang berisi salah satunya tentang sanksi bagi yang menolak vaksinasi.
Pertanyaan:
Dalam perspektif fikih, bolehkah seorang pemimpin suatu negara (raja, presiden, perdana menteri dsbg) mewajibkan rakyatnya melakukan vaksinasi?
Jawaban :
Mengingat bahwa islam sudah memberikan penjelasan detail dari ulama-ulama salaf apa yang harus dilakukan pemerintah ketika sebuah negara terkena wabah, dan pemerintah sudah melakukan tahap demi tahap anjuran-anjuran yang telah diutarakan/ditetapkan ulama-ulama muslim sejak jaman dahulu, menimbang bahwa vaksin covid-19 adalah termasuk hal yang paling menunjang terhadap penekanan penyebaran covid sebagaimana intruksi para pakar.
Maka bastul masail memutuskan:
Boleh bagi pemerintah untuk mewajibkan seluruh warganya yang menetapi kriteria menerima vaksin untuk mengambil vaksin tersebut dengan syarat vaksin tersebut adalah halal oleh pemerintah dan telah melalui tahap-tahap ahli ibroh. Wajib bagi rakyatnya untuk mematuhi instruksi pemerinta secara zahir dan batin kerana vaksin ini berstatus menolak madarrat yang termasuk dari ranah perkara yang ada maslahah bagi rakyat.
REFERENSI
- Bughyah al-Mustarsyidin 91
- Qawaid al-Ahkam 2/89
- Tahzib al-Muwafaqat 122
- Hawasyi ala al-Tuhfah li Ibn Hajar al-Haytami 3/72
- Hasyiah al-Jamal ala Fath al-Wahhab 2/117
- فصل في تصرف الولاة ونوابهم: يتصرف الولاة ونوابهم بما ذكرنا من التصرفات بما هو الأصلح للمولى عليه درءا للضرر والفساد وجلبا للنفع والرشاد ولا يقتصر أحدهم على الصلاح مع القدرة على الأصلح إلا أن يؤدي إلى مشقة شديدة ولا يتخيرون في التصرف حسب تخيرهم في حقوق أنفسهم مثل أن يبيعوا درهما بدرهم أو مكيلة زبيب بمثلها لقول الله تعالى ولا تقربوا مال اليتيم إلا بالتي هي أحسن وإن كان هذا في حقوق اليتامى فأولى أن يثبت في حقوق عامة المسلمين فيما يتصرف فيه الأئمة من الأموال العامة لأن اعتناء الشرع بالمصالح العامة أوفر وأكثر من اعتنائه بالمصالح الخاصة وكل تصرف جر فسادا أو دفع صلاحا فهو منهي عنه كإضاعة المال بغير فائدة وإضرار الأمزجة لغير عائدة والأكل على الشبع منهي عنه لما فيه من إتلاف الأموال وإفساد الأمزجة وقد يؤدي إلى تفويت الأروا ولو وقعت مثل قصة الخضر ( في زماننا هذا لجاز تعييب المال حفظا لأصله ولأوجبت الولاية ذلك في حق المولى عليه حفظا للأكثر بتفويت الأقل فإن الشرع يحصل الأصلح بتفويت المصالح كما يدرأ الأفسد بارتكاب المفاسد وما لا فساد فيه ولا صلاح فلا يتصرف فيه الولاة على المولى عليه إذا أمكن الانفكاك عن قواعد الأحكام في مصالح الأنام الجزء الثاني ص : 75
- الفائدة: قال فى فتاوى ابن حجر ليس لمن قرأ كتابا أو كتبا ولم يتأهل للإفتاء أن يفتى إلا فيما علم من مذهبه علما جازما كوجوب النية فى الوضوء ونقضه يمس الذكر نعم إن نقل له الحكم عن مفت آخر أو عن كتاب موثوق به جاز وهو ناقل لا مفت وليس له الإفتاء فيما لم يجده مسطورا وإن وجد له نظيرا وحينئذ المتبحر فى الفقه هو من أحاط بأصول إمامه فى كل باب وهى مرتبة أصحاب الوجوه وقد انقطع من نحو أربعمائة سنة اهـ بغية المسترشدين ص : 7 دار الفكر
Pertanyaan:
Apakah setiap warga negara harus melakukan vaksinasi (terlepas negara mewajibkannya atau tidak?
Jawaban :
Setiap warga yang sudah menetapi kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk menerima vaksin dan dalam keadaan kalau tidak mengambil vaksin akan mengancam nyawanya atau komunitasnya maka wajib bagi warga tersebut mengambil vaksin.
REFERENSI
- Fatwa Dr. Syekh Shauqi Ibrahim Allam (Mesir)
- Hawasyi ala al-Tuhfah li Ibn Hajar al-Haytami
- الْمَسْأَلَةُ الرَّابِعَةُ: دَلَّتِ الْآيَةُ عَلَى وُجُوبِ الْحِذْرِ عَنِ الْعَدُوِّ، فَيَدُلُّ عَلَى وُجُوبِ الْحِذْرِ عَنْ جَمِيعِ الْمَضَارِّ الْمَظْنُونَةِ، وَبِهَذَا الطَّرِيقِ كَانَ الْإِقْدَامُ عَلَى الْعِلَاجِ بِالدَّوَاءِ وَالْعِلَاجِ بِالْيَدِ وَالِاحْتِرَازِ عَنِ الْوَبَاءِ وَعَنِ الْجُلُوسِ تَحْتَ الْجِدَارِ الْمَائِلِ وَاجِبًا واللَّه أَعْلَمُ. مفاتيح الغيب ج 11 ص 207
Untuk jawaban lengkap nya bisa dilihat di perpustakaan Online Nusantara PCINU Maroko di link di bawah ini:
https://drive.google.com/file/d/18fwVkuL0-H5kS72JEaSPpWmnB4fBAQOS/view?usp=drivesdk