HADRATUSSYAIKH KYAI HASYIM ASY’ARI, SHOHIH BUKHARI DAN MAROKO

Sebuah wadah pergerakan islam maha besar yang mendunia dengan segudang sumbangsih para tokohnya untuk bangsa indonesia dan dunia islam. Jika kita scroll kembali sejarah tepatnya seabad yang lalu; 16 Rajab 1334 H, di usia yang matang secara intelektual (47 thn) beliau Hadratussyaikh Hasyim mencetuskan wadah abadi buat para ulama dan ummat untuk menyatukan langkah, tingkah dan aspirasi sebagai rekonstruksi kokoh dengan harapan kepada Allah agar tak goyah melewati fase demi fase tantangan zaman, wadah mulia dan berlimpah berkah tersebut bernama “Nahdhatul Ulama”. Dan saat ini seluruh nahdhiyyin sedang menanti bulan demi bulan menuju satu abad NU yang akan jatuh pada 16 Rajab 1444 H, awal Februari 2023 nanti. Penantian ini akan diisi dengan serangkaian kegiatan dan perhelatan besar baik di dalam maupun luar negeri.

Suasana dan semangat satu abad NU ini juga membawa angin segar buat Nahdhiyyin cabang istimewa daratan Maghribi (Maroko), semangat kebersamaan di bawah satu komando yang selalu nyata dalam kegiatan-kegiatan benefit pun semakin tampak saat PCINU Maroko mengadakan kegiatan “Qurban Bersama” dengan dua sapi dan dua domba yang langsung dihandle oleh NU-Care LAZISNU MAROKO. Alhamdulillah kegiatan ini terselenggara dengan lancar di kota Kenitra dengan mengadakan pembagian daging kurban serta jamuan makan yang diawali dengan tahlilan, mauizah hasanah oleh Ayahanda Duta Besar Indonesia, sholawatan dan nasyidan yang hampir diikuti oleh separuh nahdhiyyin maroko.

Semangat ini pun masih menggelora, dengan adanya perhelatan setiap dua tahunan masa khidmat kepengurusan PCINU Maroko. Ya, Sabtu 23 Juli lalu telah diadakan Konferensi Cabang (Konfercab) istimewa PCINU Maroko ke VI untuk mengakhiri masa khidmah kepengurusan lama dan membentuk kepengurusan baru periode 2022-2024.

Kita kembali scroll beberapa tahun silam tepatnya tahun 2011 lalu, kedatangan KH. Maimoen Zubair ke Maroko menjadi momentum tepat untuk mendeklarasikan lahirnya Pengurus Cabang Istimewa Nahdhatul Ulama (PCINU) Maroko, yang mana saat itu kota Tangier “Sang Pengantin Utara” Maroko menjadi saksinya. Kota Sadah Ghumariyah dan Ibnu Batttuta itu adalah kota kelahiran Pcinu Maroko. Sebagaimana ditulis di artikel Mbah Maimoen, Deklarator Berdirinya PCINU Maroko bahwa saat itu Mbah Moen sedikit menyayangkan kenapa PCINU Maroko terlambat berdiri dibanding PCINU lainnya di negeri yang tidak mayoritas muslim.

Ucapan Mbah Moen itu menurut saya memiliki rahasia dan isyarat yang baru terkuak saat menyusun puzzle teka-teki dari geneologi keilmuan pendiri NU Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. Ternyata Hadratussyaikh di samping memiliki ikatan rohani dengan para auliya maghribi lewat Dalailul Khairat, Sholawat Nariyah (Taziyah), Hizib Barr dan Bahr Imam Syadzili, dll ternyata juga memiliki ikatan geneologi keilmuan khususnya dalam bidang hadis kepada ulama daratan Maghribi ini. Di antara sekian banyak maha guru beliau yang sudah jamak kita ketahui ada satu nama yang mencuri perhatian saya saat menyusun Tsabat at-Tambusie, sebagaimana jika melihat deretan nama masyaikh yang menjadi guru beliau seperti ditulis sang cucu; Kyai Ishom Hadziq dalam pengantar kitab Adabul ‘Alim wal Muta’allim, tersebut nama Syekh Syua’ib bin Abdurrahman. Siapa gerangan beliau ini?

Saat Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari berada di Mekkah beliau memiliki guru ijazah bernama Al Muhaddis Syekh Abu Syu’aib bin Abdurrahman Ad-Dukkali (bukan Dakkali) Ar Ribathi Al Maghribi (1295-1356 H). Ini dapat ditelusuri lewat sanad Shohih Imam Bukhari dari KH. Kamuli Chudlori PP. Tebuireng murid KH. Idris Kamali dan KH. Syansuri Baidhawi. Dan jika diperhatikan sanad melalui jalur Syekh Abu Syu’aib Ad-Dukkali (asal daerah Dukkalah Maroko) ini memiliki keistimewaan tiga perawi lebih tinggi dari sanad jalur Al Muhaddis Syekh Mahfuzh Tremas, dengan rincian:

  • Jalur Syekh Tremas lalu Sayid Bakr Syatha, beliau menjadi rawi ke 23
  • Jalur Syekh Dukkali lalu Syekh Abdullah Qadumi An Nabulsi Syam, beliau rawi ke 19

Sanad Shohih Bukhari KH. Hasyim Asy’ari diperoleh dengan Talaqqi secara Sama’ dan Qiro’ah kepada pondasi keilmuannya yaitu Syekh Mahfuzh Tremas, sedang sanad melalui Syekh Syuaib Dukkali didapat secara Ijazah saja. Sanad terbaik bagi kitab-kitab induk hadis khususnya Shohihain adalah dengan jalur Talaqqi bukan hanya jalur Ijazah.

Dari sini dapat diketahui bahwa daratan Maghribi memiliki ikatan geneologi keilmuan dengan Hadratussyaikh dari guru ijazah beliau Syekh Syu’aib Abdurrahman Ad-Dukkali di usianya yang jauh lebih muda dari Kyai Hasyim Asy’ari sendiri, hal ini dapat dilihat dari tahun lahir keduanya. Ini menunjukkan ketawadhuan dari Kyai Hasyim yang mengambil ilmu walau kepada yang lebih muda. Mengenai kapan terjadinya pertemuan keduanya tidak diketahui secara pasti seperti mana kitab apa saja yang diijazahi, hanya saja secara umum dalam A’lam al-Makkiyyin, Al Muallimi menuliskan bahwa Ad-Dukkali memiliki majlis Tafsir dan Hadis di Bab Shafa dan Bab Sulaimaniyah di Masjidil Haram.

Syekh Syu’aib Ad-Dukkali wafat di kota Rabat pada (1356 H-1937 M) dan dimakamkan di medina qadima tepatnya di Zawiyah Molay Makky Al Wazzani Al Hasani. Oleh karena itu kami menghimbau kepada seluruh nahdhiyyin agar menziarahi makam guru ijazah Bukhori dari Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari yang digelari As Syaikh Al Imam Al Muhaddis Al Mufassir oleh ulama pada masanya. Terakhir, semoga tempat asal dari guru-guru Hadratussyaikh seperti Jawa-Hijaz-Maroko menjadi basis kuat nahdhiyyin dan tempat pengkaderan intelektual yang disegani dunia islam.

Al Fatihah untuk ruh keduanya…….

Referensi:

Adabul ‘Alim wal Muta’allim, KH. Hasyim Asy’ari

At-Ta’liqat Al-Wadhihat, KH. Hasyim Asyari

A’lam Al-Makkiyyin, Abdullah Al-Muallimi

Sallun Nishal linnidhal, Abdussalam Bensaudah

Redaksi Ijazah Bukhari PP. Tebuireng

Tsabat At-Tambusie, Abu Shafa At-Thanji

Kontributor: Shufi Amri Tambusay 

Editor: Wafal Hana

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *