Bolehkah Menghina Presiden? Ini Penjelasan Aswaja

Sungguh sangat prihatin melihat perkembangan Bangsa Indonesia dewasa ini. Bangsa yang selalu menonjolkan sikap kesopanan, keramahan serta kerendahan hati yang dari dulu sudah menjadi ciri khas bangsa ke-timuran sekarang mulai tercabik cabik. Karena hampir setiap saat kita jumpai dibanyak media sosial. caci maki, menghina, merendahkan orang lain dan saling memfitnah sudah menjadi santapan setiap harinya.

Bahkan tokoh-tokoh masyarakat sampai presiden pun ikut dihina dan dilecehkan. Padahal kita sebagai warga negara yang mayoritas beragama islam harusnya bersikap islami dalam setiap perilaku dan tutur kata sebagai cerminan dari implementasi ajaran-ajaran al-quran. Bukankah taat kepada pemimpin negara dan mendoakannya merupakan ajaran al-quran?.

Di Maroko misalnya, dalam setiap khutbah jumat para khatib tidak pernah lupa untuk mendokan Raja (Pemimpin) di penghujung khutbahnya.

Terdapat banyak riwayat yang mengisahkan sikap ulama-ulama salaf kala dihadapkan dengan pemimpin yang zhalim. Maka yang dilakukan mereka bukanlah melaknat, melecehkan apalagi sampai memberontak. Akan tetapi tetap menaati dan mendoakannya selagi tidak memerintahkan kepada kemaksiatan.

Salah seorang ulama’ Ahlussunnah wal-jamaah al-Imam Abu Ja’far al-Tohawi dalam kitabnya al-aqidah thahawiyah mengatakan:

ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أمورنا وإِن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ولا ننزع يدا من طاعتهم ، ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضة ما لم يأمروا بمعصية، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة

“ Kami tidak memilki konsep (melawan) keluar dari pemimpin dan penguasa negara kita sekalipun mereka zhalim, Kita tidak mendoakan keburukan pada mereka, tidak melepaskan tangan dari ketaatan pada mereka, dan kami menganggap menaati mereka adalah bagian dari kewajiban taat kepada Allah azza wajalla, selama tidak memerintahkan kepada maksiatan, dan kami mendoakan mereka dengan kebaikan dan kesejahteraan”.

Al-Imam Abu Muhammad Al-Barbahari dalam kitabnya Syarhus Sunnah hal. 116 mengatakan:

وإِذا رأيت الرجل يدعو على السلطان فاعلم أنه صاحب هوى ، وإِذا رأيت الرجل يدعو للسلطان بالصلاح ، فاعلم أنه صاحب سنة إن شاء الله

”Jika Engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan (melecehkan) kepada penguasa, maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli hawa, dan jika Engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli Sunnah Insya Allah”.

Konsep seperti inilah yang diajarkan oleh para ulama terdahulu, demi menjaga ketentraman hidup dalam suatu negara. Karena jika seorang pemimpin negara sudah dibenci, tidak lagi diperhatikan dan didengar maka eksistensi sebuah negara tidak lama lagi akan runtuh. Sebagai bukti, di era sekarang telah kita ketahui bersama negara-negara timur tengah yang mayoritas penduduknya muslim namun konflik dan perang saudara tiada henti, memakan banyak korban dari rakyat sendiri, menganggap pemimpinnya sebagai bughat sehingga pantas diperangi dan dijatuhkan. Hal seperti inilah yang kita tidak inginkan terjadi di negara indonesia.

Dan seharusnya kita bersyukur di indonesia memliki seorang Presiden muslim, lebih-lebih sangat perhatian terhadap kepentingan para ulama, berhasil menyatukan semua etnis masyarakat serta memilki misi untuk menyejahterakan rakyat walaupun dirasa tidak sepenuhnya. Kita hanya perlu memberikan dukungan dan bersabar serta mendoakannya, jika dirasa kebijakan-kebijakannya dinilai tidak pro rakyat, maka kritiklah dengan cara yang beradab dan berakhlakul karimah tanpa harus ada yang dilecehkan.

Penulis: M. Iqbal Mansury, Mahasiswa S1 Universitas Hassan II Casablanca.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *