Bag. 2 – Masuknya Islam di Wilayah Maghrib

Kontributor: M. Hikam Ali |  Editor: Irma M. Jannah

Setelah pada tulisan sebelumnya yang membahas seputar istilah “Maghrib” dan batasan daerah-daerah yang masuk ke dalam wilayah Maghrib (http://numaroko.or.id/home/mengenal-dunia-barat-islam-maghrib-islamiy/), maka pada tulisan kali ini penulis akan membahas bagaimana agama Islam dapat sampai ke Maghrib hingga akhirnya dapat tersebar luas sampai hari ini.

Buku-buku yang membahas tentang sejarah Islam di Negeri Maghrib menyebutkan bahwa gerakan penaklukan wilayah Maghrib yang digagas kaum Muslimin telah menghabiskan rentang waktu yang cukup panjang, ditaksir sekitar mencapai tujuh puluh tahun lamanya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya medan geografis wilayah Maghrib yang rumit hingga adanya campur tangan pihak ketiga, yakni pasukan Romawi (baca: Bizantium) dalam memfasilitasi suku Berber (penduduk asli wilayah Maghrib) untuk menolak kedatangan pasukan Islam.

Usaha ekspedisi penaklukan di Maroko sudah dilakukan sejak zaman khulafā’ ar-rāsyidīn, tepatnya pada masa kekhalifahan sahabat Umar bin Khattab r.a. pada tahun 20 H/640-641 M dengan Amr bin Ash sebagai orang yang diutus untuk misi mulia tersebut. Kemudian dilanjutkan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan dengan mengutus beberapa orang diantaranya Abdullah bin Abi Sarrah, Abdullah bin Zubair dan lainnya.

Ekspedisi penaklukan yang dilakukan umat Islam sempat mengalami kemandekan beberapa tahun lamanya dikarenakan peristiwa terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan dan perselisihan yang terjadi diantara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan. Barulah setelah berdirinya dinasti Umawiyah dengan Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah pertama, invasi di wilayah Maghrib kembali dilancangkan dan terus berlanjut hingga invasi yang dilakukan oleh Musa bin Nushair pada tahun 85-96 H, ini merupakan puncak dari penaklukan wilayah Maghrib dengan masuknya seluruh wilayah dalam kekuasaan Islam di bawah kepemimpinan Musa bin Nushair pada saat itu dengan Sebta sebagai satu-satunya daerah yang belum masuk ke dalam kekuasaanya.

Berikut kami paparkan beberapa hal terkait penaklukan dan masuknya Islam di wilayah Maghrib, bersumberkan dari litelatur-literatur yang ada:

1.            Peranan Amru bin Ash dalam penaklukan wilayah Maghrib.

Ibnu ‘Adzari dalam kitab Bayanul Mughrib menyebutkan bahwasanya pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab r.a., Amru bin Ash merupakan orang yang pertama kali berhasil masuk ke wilayah Afrika dalam mengemban misi ekspansi dengan keberhasilannya menaklukan Mesir pada tahun 20 H/641 M. Kemudian Amru bin Ash mengutus Uqbah bin Nafi’ menuju Libya dan Barka. Pasukan muslim yang dikomandoi oleh Uqbah berhasil menaklukan keduanya.

Selanjutnya Amru bin Ash mengutus kembali Uqbah bin Nafi’ untuk kedua kalinya sebagai panglima untuk melanjutkan misi ekspedisi penaklukan sehingga Uqbah sampai ke daerah Zawilah (kota di Libya) dan berhasil menguasainya. Maka seluruh wilayah Barka (ujung timur Libya) hingga ke Zawilah (ujung barat Libya) menjadi bagian dari kekuasaan kaum Muslimin. Tak lama, kabar gembira ini pun tersiar hingga sampai kepada Khalifah Umar bin Khattab r.a., penduduk asli wilayah antara Barka dan Zawilah – suku Berber yang beragama Majusi – telah banyak yang memeluk agama Islam dengan taat, mereka gemar mendermakan hartanya untuk para fakir miskin dan mereka mengambil jizyah (pajak) dari orang non-muslim yang berada dibawah ikatan perjanjian perdamaian.

Pergerakan yang dipimpin oleh Amru bin Ash terus berlanjut hingga mereka sampai di kota Tripoli (Libya). Ia dan pasukannya melakukan pengepungan benteng yang ditempati oleh pasukan Romawi selama satu bulan penuh. Hingga pada akhirnya, mereka menyergap masuk ke dalam benteng dan berhasil memukul mundur pasukan Romawi. Pasukan Muslim pun berhasil memetik kemenangan dan mendapatkan banyak ghanīmah (harta rampasan perang) dari pasukan Romawi. Peristiwa ini terjadi pada tahun 22 H/642-643 M.

Sumber gambar: https://www.sejarah-negara.com/470/peta-libya/

2.            Peran Uqbah bin Nafi’ al-Fihri dalam penaklukan wilayah Maghrib

Setelah Utsman bin Affan dibaiat menjadi khalifah, menggantikan posisi Umar bin Khattab yang wafat pada tahun 23 H/644 M. Ada beberapa kebijakan baru yang diputuskan oleh Khalifah Utsman, seperti penujukan Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarrah sebagai Gubernur Mesir yang baru, menggantikan posisi Amru bin Ash.

Ekspedisi penaklukan di wilayah Maghrib terus berlanjut di bawah kepimimpinan Utsman bin Affan sebagai khalifah dan Ibnu Sa’ad sebagai panglima perang dalam rentang waktu tahun 25 H/645 M hingga tahun 35 H/655 M, namun berbeda dengan ekspedisi yang dilakukan pada masa Gubernur Amru bin Ash, misi ekspedisi pada masa ini lebih didominasi dengan mengirimkan mata-mata ke berbagai kamp Bizantium. Di antara wilayah yang berhasil dikuasai pada masa Ibnu Sa’ad ialah kota Subaytilah di Tunisia.

Setelah sempat terhenti beberapa waktu oleh sebab wafatnya Khalifah Utsman dan perselisihan yang terjadi di antara Ali bin Abi Thalib r.a. dan Muawiyah bin Abi Sufyan, invasi kembali dilancarkan pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Muawiyah bin Hudaij sebagai Gubernur Mesir yang baru.

Invasi berlanjut dengan mengerahkan 10.000 dari jumlah keseluruhan pasukan, dimulai pada tahun 45 H/665 M yang berujung keberhasilan demi keberhasilan pasuka Muslim dalam penaklukan berbagai wilayah, diantaranya Bizerte, Gafsa hingga Kairouan di Tunis, lagi-lagi Uqbah bin Nafi’ sebagai orang yang berperan sebagai panglima pasukan Muslim kembali berhasil membawa kegemilangan ini.

Kemudian setelah keberhasilannya dalam penaklukan kota Kairouan, Uqbah bin Nafi’ membangun kota ini menjadi kamp militer umat Islam pada saat itu. Pembangunan masjid-masjid dan tempat tinggal bagi penduduk pun dilakukan dan selesai pada tahun 55 H/675 M seiring berjalannya waktu, Kairouan menjadi pusat peradaban dan keilmuan, sehingga banyak pendatang dari berbagai daerah datang dan menetap di kota ini.

Kekuasaan Uqbah atas wilayah Afrika hanya bertahan lima tahun lamanya, tepat setelah dia menyelesaikan pembangunan kota Kairouan pada tahun 55 H, Muawiyah bin Abi Sufyan mencopot jabatannya sebagai Gubernur Afrika dan menggantinya dengan Abu Muhajir. Hal ini merupakan dampak dari hasutan Gubernur Mesir pada saat itu, Maslamah bin Mukhollad yang disinyalir merasa iri atas pencapaian-pencapaian gemilang yang diraih oleh Uqbah bin Nafi’ di wilayah Maghrib.

Setelah Muawiyah wafat pada tahun 60 H, Uqbah bin Nafi’ kembali dipercaya sebagai Gubernur Afrika oleh Yazid bin Muawiyah, anak dari Muawiyah sekaligus penerus tahta dinasti Umawiyah. Hal tersebut dikarenakan Yazid tahu betul sosok seorang Uqbah bin Nafi’ yang memiliki kegigihan tinggi dalam menyebarkan agama Islam, keberhasilannya dalam menumpas pasukan Bizantium dan Berber serta meredam perlawanan dari keduanya di Maghrib Awsath. Hanya saja Uqbah memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan Kasilah, salah seorang pemuka suku Berber, yang berakibat pada keluarnya dia bersama pengikut setianya dari tubuh pasukan Muslim dan berujung aksi balas dendam kepada pasukan Uqbah bin Nafi’.

Dalam ekspansi keduanya ini, Uqbah dan pasukannya berhasil merangsek masuk ke daerah Maghrib Aqsha, peristiwa ini terjadi pada tahun 62 H/682 M, maka tercatat dalam sejarah bahwa Uqbah bin Nafi’ merupakan muslim pertama yang berhasil menginjakkan kaki di daerah tersebut. Hingga akhirnya Uqbah sampai di Laut Atlantik. Dikisahkan bahwasanya Uqbah bin Nafi’ masuk bersama kuda tunggangannya ke dalam air, hingga air menyentuh bagian perut kuda, sembari mengadahkan kepalanya dan berujar: “Ya Allah saksikanlah bahwasanya aku telah berusaha sekuat tenagaku, kalau saja bukan karena lautan ini, maka pasti akan aku lanjutkan perjalananku untuk memerangi kaum yang berpaling dari-Mu sehingga tidak ada seorangpun yang menyembah kepada selain-Mu”.

Dalam perjalanannya kembali ke kota Kairouan, banyak orang-orang yang memisahkan diri dari barisan pasukan dan memutuskan untuk tidak ikut kembali bersama ke Kairouan. Sesampainya Uqbah dan sisa pasukannya di kota Tahuda (kota di Aljazair), mereka dihadang oleh pasukan musuh dalam jumlah yang begitu besar. Pasukan ini dikomandoi oleh Kasilah dan bersekongkol dengan pasukan Romawi. Pertempuran pun tak terelakkan, Uqbah bin Nafi’ bersama sisa pasukannya melakukan perlawanan sengit meski jumlah yang tidak seimbang, namun pada akhirnya Uqbah bin Nafi’ dan Abu Muhajir yang kala itu turut serta dalam pertempuran tersebut memperoleh syahid bersama para sahabat dan tabiin lainnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 64 H/684 M.

Sumber gambar: http://sohabih.blogspot.com/2018/01/uqbah-bin-nafi-ra.html

Berita syahidnya Uqbah bin Nafi’ akhirnya sampai kepada wakilnya di Kairouan, Zuhair bin Qais al-Balawi, sehingga hal ini mendesak Zuhair untuk menarik mundur seluruh pasukan yang ada di Kairouan ke arah Barka. Dengan keputusannya tersebut, Kasilah berhasil menduduki Kairouan pada tahun 64 H/684 M dengan tanpa halangan.

3.            Peranan Zuhair bin Qais dalam penaklukan wilayah Maghrib

Muawiyah bin Abi Sufyan wafat di tahun yang sama ketika pasukan Uqbah bin Nafi mengalami kekalahan. Abdul Malik bin Marwan muncul sebagai sosok yang menggantikan kekhalifahan dinasti Umawiyah saat itu. Syahidnya para pasukan yang dipimpin oleh Uqbah meninggalkan bekas tersendiri pada diri seorang Zuhair bin Qais yang merupakan sahabat karib dari Uqbah. Sehingga menimbulkan kecamuk dalam dirinya untuk dapat merebut kembali Kairouan dari cengkraman koalisi Kasilah dengan bangsa Romawi.

Khalifah Abdul Malik bin Marwan lantas memberikan mandat kepada Zuhair bin Qais untuk merebut kembali kota Kairouan. Atas laporan Zuhair perihal sedikitnya pasukan yang dia miliki sedangkan pihak koalisi Kasilah dengan bangsa Romawi memiliki jumlah pasukan yang sangat banyak, maka Abdul Malik bin Marwan segera mengirimkan pasukan terbaiknya dalam jumlah besar yang berasal dari negeri Syam.

Pasukan yang berjumlah ribuan orang dalam komando Zuhair bin Qais pun bergerak menuju Kairouan pada tahun 69 H/689 M, kabar kedatangan pasukan Muslim pun diketahui oleh Kasilah, hingga akhirnya dia menyiapkan strategi dengan memposisikan pasukannya di pegunungan Aures, dengan strategi seperti ini ia dan pasukannya dapat dengan mudah mundur jika mengalami kekalahan, sementara itu pasukan Muslim yang dikomandoi oleh Zuhair mengambil keputusan untuk bermalam di luar Kairouan dekat dengan sumber air selama tiga hari lamanya.

Pagi di hari keempat, pertempuran pun pecah di lembah Mammas, pasukan Muslim menyerbu kubu Kasilah, dengan jumlah pasukan yang sama besar, pertempuran sengit pun terjadi. Banyak korban berjatuhan dari kedua kubu, hingga pada akhirnya Kasilah berhasil terbunuh dan pasukan Muslim berhasil memetik kemenangan serta memporak-porandakan barisan koalisi Kasilah dan Romawi.

Zuhair bin Qais dikenal sebagai sosok yang zuhud dan ahli ibadah. Sehingga kenyamanan dan kenikmatan yang ada di Kairouan menjadikannya enggan untuk menetap di sana, karena khawatir dirinya berpaling dari misi utamanya untuk berjihad. Dalam perjalanan pulang kembali ke Barka, Zuhair bersama beberapa pasukannya dihadang oleh pasukan Romawi dalam jumlah yang besar, sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk melarikan diri atau meminta bantuan. Pasukan kecil Zuhair yang didominasi oleh para tabi’in ini pun gugur sebagai syuhada pada tahun 69 H/689 M.

4.            Peranan Hassan bin Nu’man dalam penaklukan negeri Maghrib

Walaupun kabar syahidnya Zuhair dan para sahabatnya telah tersiar dan sampai kepada Khalifah Abdul Malik bin Marwan, namun sayangnya sang khalifah tidak dapat mengirimkan pasukan tambahan ke daratan Afrika untuk menjaga perbatasan wilayah atau sekedar mengamankan orang-orang yang berada di sana. Hal ini dikarenakan adanya pergolakan yang terjadi di pusat pemerintahan, yang didalangi oleh Ibnu Zubair di Makkah. Barulah setelah berhasil meredam pergolakan tersebut tepatnya pada tahun 73 H/693 M, Ibnu Marwan mengangkat Hassan bin Nu’man sebagai Gubernur Mesir yang baru.

Ibnu Marwan mengintruksikan Hassan bin Nu’man untuk kembali merebut dan menstabilkan keadaan di daratan Afrika, menyokongnya dengan mengerahkan ribuan pasukan dari Syam yang jumlahnya ditaksir mencapai 40.000 orang menurut salah satu riwayat, sehingga dipastikan belum ada pasukan sebesar ini yang dikirim ke daratan Afrika sebelumnya.

Pasukan Muslim bergerak dari Mesir menuju Afrika pada tahun 74 H/694 M mereka berhasil membebaskan kembali kota Kairouan untuk kesekian kalinya. Hassan bin Nu’man melanjutkan misinya dengan mengarahkan pasukan ke kota Kartago yang berjarak 101 mil dari Kairouan. Kota Kartago pada saat itu didiami oleh orang-orang Romawi dalam jumlah yang sangat banyak., peperangan pun tak terelakkan antara pasukan Muslim dan Romawi. Pasukan Muslim dibawah komando Hassan berhasil memenangkan pertempuran tersebut dan mendesak sisa-sisa dari pasukan Romawi untuk mundur dan mengungsi ke Sisilia dan Andalus.

Invasi demi invasi terus berlanjut, setiap benteng Romawi yang dilintasi oleh pasukan Muslim berhasil mereka taklukan. Hal ini membuat bangsa Romawi dan Berber terpaksa untuk menarik diri, bangsa Romawi pun mencari perlindungan ke kota Beja (kota di Portugal) sedangkan bangsa Berber melarikan diri ke arah Annaba (kota di Aljazair).

Selanjutnya Hassan bersama pasukannya beranjak menuju pegunungan Aures untuk memerangi Kahinah Dihya, seorang perempuan yang menjadi pembesar bangsa berber saat itu, yang acap kali membuat huru hara di sekitar daerah kekuasaannya. Hassan berhasil memukul mundur Kahinah dan pasukannya dari benteng yang mereka diami, pasukan muslim terus memberikan tekanan hingga akhirnya Kahinah dan pasukannya terhimpit di Bi’ru Kahinah. Pasukan muslim pun menyergap dan berhasil membunuh Kahinah, yang mana terbunuhnya Kahinah merupakan akhir dari perlawanan bangsa Berber di Maghrib Adna. Peristiwa ini terjadi pada tahun 82 H/702 M.

Setelah memetik banyak kemenangan, Panglima Hassan menyempatkan diri untuk kembali ke Kairouan demi melakukan renovasi Masjid Kairouan yang dahulu dibangun oleh Uqbah bin Nafi. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 84 H/704 M untuk kemudian melakukan langkah-langkah penyebaran ajaran Islam di kalangan bangsa Berber dan memberikan pengajaran bahasa Arab kepada mereka. Pada tahun 85 H/705 M Hassan bin Nu’man dimakzulkan dari jabatannya sebagai Gubernur Afrika oleh Abdul Aziz bin Marwan yang menjabat sebagai Gubernur Mesir saat itu, kemudian dia menunjuk Musa bin Nushair sebagai Gubernur Afrika yang baru.

5.            Peranan Musa bin Nushair dalam penaklukan wilayah Maghrib.

Musa bin Nushair diangkat sebagai Gubernur Afrika pada akhir tahun 85 H/705 M. Dimulailah misi invasi dalam komando Musa bin Nushair dengan penaklukan benteng Zaghwan dan benteng-benteng lain di sekitarnya. Benteng-benteng ini terletak di perbukitan yang berada di antara kota Kairouan dan kota Tunis yang didiami oleh bangsa Berber. Mereka gemar melakukan tindak penyamunan kepada kafilah Muslim yang melewati jalur tersebut. Tidak tinggal diam, Musa bin Nushair mengirimkan 500 pasukan berkuda untuk menumpas gerakan yang meresahkan ini. Pasukan muslim berhasil menjebol benteng mereka dan membunuh pemimpin mereka serta menawan 10.000 orang.

Strategi yang direncanakan oleh Musa terus berlanjut dengan mengirimkan angkatan perang yang dipimpin oleh Ayyasy bin Akhil ke kabilah Hawwara dan Zanatah. Penyergapan pun dilakukan dan pasukan muslim berhasil menawan 5000 tawanan perang yang pada akhirnya mereka melakukan perdamaian dengan umat Islam. Penaklukan demi penaklukan berhasil diraih oleh Musa bin Nushair dan pasukannya hingga ia berhasil menaklukan Sirakusa (wilayah selatan Sisilia) dan Sardinia pada tahun 86 H/706 M. Adapun untuk wilayah Maghrib, hampir seluruhnya telah masuk dalam kekuasaan umat Islam, terkecuali Maghrib Aqsha.

Musa bin Nushair lekas bergerak dari daratan Afrika (baca: Maghrib Awsath) menuju Tonjah, mereka berhasil memenangkan pertempuran di wilayah Mauritania dan memperoleh tawanan perang dalam jumlah besar. Ekspedisi penaklukan pasukan Musa bin Nushair berakhir di Sous Selatan pada tahun 87 H/707 M. Sejumlah invasi yang telah dilakukan Musa bin Nushair memberikan efek terhadap kabilah-kabilah Berber, sehingga mereka pada akhirnya menyerahkan diri dan mendeklarasikan untuk tunduk kepada pemerintahan Islam, dan tidak sedikit dari mereka juga yang akhirnya memeluk agama Islam.

Setelah peristiwa ini terjadi, Musa bin Nushair menunjuk Tariq bin Ziyad, salah seorang pemuka bangsa Berber sebagai Gubernur Tonjah dan wilayah sekitarnya dengan menyertakan 17 pemuka agama asal Arab untuk mengajarkan Al-Qur’an dan syariat Islam kepada bangsa Berber. Maka kemudian di tangan merekalah agama Islam di wilayah Maghrib Aqsha tersebar dengan begitu pesat. Pencapaian ini menjadi sebuah tanda keberhasilan umat Islam dalam penyebaran agama Islam dan sempurnanya misi ekspedisi penaklukan pasukan Muslim di wilayah Maghrib.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *